Muncul Isu Ijazah Jokowi Dicetak di Pasar Pramuka, Dian Sandi Sebut yang Percaya IQ-nya Rendah 70-79

- Jumat, 27 Juni 2025 | 10:25 WIB
Muncul Isu Ijazah Jokowi Dicetak di Pasar Pramuka, Dian Sandi Sebut yang Percaya IQ-nya Rendah 70-79



POLHUKAM.ID -  - Belakangan ini muncul isu bahwa ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) milik mantan presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dicetak ulang di Pasar Pramuka.

Di mana, ijazah itu dicetak di Pasar Pramuka yang berlokasi di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, menjelang Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2012 lalu.

Menanggapi hal ini, Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dian Sandi mengklaim orang-orang Indonesia yang percaya isu tersebut memiliki Intelligence Quotient (IQ) rendah.

"Jika ingin lihat siapa pemilik IQ 70-79 di Indonesia, lihat saja siapa2 orang yang percaya isu ijazah Pak Jokowi dicetak di Pasar Pramuka," tulisnya di akun X pribadinya @DianSandiU, dikutip Tribunnews pada Jumat (27/6/2025).

Pernyataan Dian Sandi di X itu menimbulkan pro dan kontra dari warganet.

Adapun, bersumber dari halodoc.com, tingkat IQ seseorang terbagi menjadi beberapa golongan, antara lain: 70–79 (tingkat IQ rendah atau keterbelakangan mental), 80–90 (tingkat IQ rendah yang masih dalam kategori normal atau disebut Dull Normal).

Kemudian, 91–110 (tingkat IQ normal atau rata-rata), 111–120 (tingkat IQ tinggi dalam kategori normal atau disebut Bright Normal), 120–130 (tingkat IQ superior), dan 131 atau lebih (tingkat IQ sangat superior atau jenius).

Sebelumnya, politikus senior PDIP, Beathor Suryadi mengungkapkan bahwa ijazah Jokowi pernah dicetak ulang secara buru-buru di Pasar Pramuka.

Karena pada saat itu, masih terdapat kekurangan dokumen yang harus segera dilengkapi untuk keperluan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Cetak ulang itu menjelang pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012," ujarnya, dalam dialog program iNews Room, Rabu (18/6/2025).

Adapun, kata Beathor, pembuatan dokumen itu dirancang dalam pertemuan antara tim inti Jokowi dari Solo dan kader PDIP DKI Jakarta di kawasan Cikini.


Dari pihak Solo ada tiga nama, yakni David, Anggit, dan Widodo, sedangkan dari kader PDIP DKI Jakarta, ada Dani Iskandar, Indra, dan Yulianto.

"Yang mencetak ijazah ke Pasar Pramuka cuma Widodo saja. Itu atas penjelasan Dani Iskandar, bahwa Widodo yang datang ke Pasar Pramuka untuk mencetak ijazah itu tahun 2012," bebernya.

Namun, Widodo yang disebut-sebut sebagai aktor kunci dalam dugaan pencetakan ini, kini menghilang sejak isu ijazah Jokowi diangkat dalam buku kontroversial karya Bambang Tri.


Setelah selesai dicetak, ijazah Jokowi tersebut kemudian diserahkan kepada Ketua DPRD DKI Jakarta saat itu, yakni Prasetyo Edi Marsudi.

Kemudian, bersama sejumlah pihak termasuk M Syarif dari Gerindra, Prasetyo menyerahkannya ke KPU DKI Jakarta.

Di sana, mereka bertemu dengan Ketua KPU DKI saat itu, Juri Adrianto. 

Namun, menurut Beathor, baik Prasetyo maupun pihak partai, pada saat itu tidak mengetahui asal-usul dokumen ijazah yang dibawa itu dan hanya menerimanya saja.

"Saya sudah komunikasi dengan pak Pras. Saya juga sudah pertanyakan kepada pak Syarif. Mereka melihat gitu semua ijazah, terus diserahkan ke partai, dari partai langsung ke KPUD," ungkapnya.

Respons Kubu Jokowi

Sebelumnya, kubu Jokowi telah memberikan pernyataan mereka terkait tudingan ijazah Jokowi dibuat di Pasar Pramuka itu.

Kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara mengatakan bahwa tudingan tersebut hanya sekadar informasi yang tidak bisa dibuktikan.

"Kami selaku kuasa hukum menilai hal tersebut hanya sekadar informasi yang bersifat bebas dan tentunya tidak memiliki nilai pembuktian," ungkapnya, dikutip dari YouTube Official iNews, Sabtu (21/6/2025).

Terlebih lagi, kata Rivai, disebutkan bahwa ijazah Jokowi itu dibuat di Pasar Pramuka menjelang pencalonan Gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu.

Padahal, sebelum mencalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta itu, Jokowi sudah terlebih dahulu menjadi Wali Kota Solo dan ijazahnya pun sudah tercatat di Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) pada saat itu.

"Apalagi kalau kita ikuti itu, seolah-olah cerita dari cerita. Seolah-olah itu dilakukan di tahun 2019 pada saat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta (Jokowi)."

"Pertanyaan mendasarnya adalah, lalu apa yang digunakan ijazah Pak Jokowi pada saat mengikuti Pilkada Solo yang jauh sebelumnya dan memang tercatat di KPUD sudah ada ijazah Pak Jokowi pada saat itu," katanya.

Jika memang benar ijazah Jokowi itu palsu, Rivai pun meragukan partai sebesar PDIP mau mengusung Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, bahkan hingga menjabat Presiden selama dua periode.

"Kami juga sangat menyangsikan partai sebesar PDIP mengusung gubernur maupun presiden 2 kali (Jokowi) dengan menggunakan ijazah yang seolah-olah dipalsukan."

"Apalagi dalam cerita tersebut seolah-olah ada tokoh-tokoh PDIP yang ikut terlibat dan mengetahui, kami sangat menyangsikan itu ya," ujarnya.

Rivai lantas menegaskan bahwa Jokowi tidak mempunyai motif apapun untuk memalsukan ijazahnya.

Sebab, kata Rivai, untuk menjadi seorang kepala daerah atau bahkan presiden, sebenarnya hanya cukup menggunakan ijazah SMA.

"Satu hal yang mungkin perlu dicermati adalah menurut kami, tidak ada motif bagi Pak Jokowi untuk memalsukan ijazah S1-nya, karena pada prinsipnya menjadi kepala daerah maupun presiden, cukup dengan ijazah SMA, jadi untuk apa memalsukan ijazah S1," katanya.

Kalaupun ijazah S1 itu diperlukan, kata Rivai, pihak UGM sendiri sudah memberikan keterangan soal ijazah Jokowi tersebut, bahkan Bareskrim Polri telah menyatakan bahwa ijazah Jokowi asli.

"Apalagi kenyataannya kita dengar sendiri dari pihak UGM maupun banyak saksi yang sudah digali keterangannya, termasuk hasil Puslabfor bahwa ijazah itu asli. Jadi kami melihat ini hanya sekadar informasi yang berkembang dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," pungkas Rivai

Sumber: Tribunnews 

Komentar