Pramono Anung dan Dedi Mulyadi Saling Sindir, Pengamat: Rivalitas Menuju Pilpres

- Senin, 14 Juli 2025 | 10:00 WIB
Pramono Anung dan Dedi Mulyadi Saling Sindir, Pengamat: Rivalitas Menuju Pilpres



POLHUKAM.ID  - Baru-baru ini publik disuguhkan oleh saling sindir antara Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Ternyata, saling sindir soal macet dan banjir ini disorot banyak pihak, seperti halnya pengamat politik Adi Prayitno.

Seperti diketahui macet dan banjir adalah dua masalah klasik yang ada di Jakarta dan Jawa Barat.

Jika ada pemimpin yang bisa mengentaskan persoalan klasik itu, niscaya namanya akan harum dan berpotensi untuk maju di Pilpres (pemilihan Presiden).


Menurut Adi Prayitno,  saling sindir Pramono dengan Dedi Mulyadi adalah perang terbuka secara politik.


"Jadi secara tidak langsung inilah yang kita sebut sebagai balas pantun politik, sindir-menyindir dan bahkan bisa disebut sebagai perang terbuka antara dua gubernur," kata Adi di channel Youtubenya (@adiprayitnoofficial), Minggu (13/7/2025) yang dikutip dari Tribun Jakarta.

Awalnya, Adi melihat pada Rapat Koordinasi Penguatan Sinergi Pemberantasan Korupsi yang digelar KPK di Jakarta, Kamis (10/7/2025) lalu.

Ketika itu, Pramono Anung menyindir kemacetan di Bandung yang sudah mengalahkan Jakarta.

Kemudian, keduanya juga sempat saling bertukar pernyataan di media soal banjir Jakarta.

Ada yang menyebut itu sebagai kiriman dari Bogor, sedangkan dibalas penyebab banjir kiriman Bogor karena ulah orang Jakarta.


Terlepas dari itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini memandang rivalitas politik dua gubernur ini baik.

Keduanya bisa semakin maksimal dalam menunjukkan kebolehan masing-masing dalam memimpin daerahnya.


Pada akhirnya, masyarakat yang diuntungkan, jika pemimpinnya berlomba-lomba membuat kebijakan terbaik sehingga bisa tampil unggul.

"Saya kira rivalitas dalam politik itu menjadi penting," ujarnya. 

"Yang paling penting adalah rivalitas ini diwujudkan dan didesain sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas kepemimpinan, sebagai upaya untuk menciptakan bagaimana kebijakan-kebijakannya itu semakin populer dan pro rakyat dan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada," lanjutnya.


Adi menyamakan rivalitas Pramono dan Dedi Mulyadi dengan persaingan Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo di dunia sepak bola.


Menurut Adi, dua pemain terbaik sepak bola dunia, setidaknya 10 tahun terakhir, itu membuat keduanya semakin memacu kualitas diri masing-masing.

Capaian jumlah gol hingga piala di berbagai kompetisi menjadi salah satu indikator penentu siapa yang lebih baik di antara kedunya.

"Kita masih ingat bagaimana rivalitas antara Lionel Messi dengan Ronaldo. Wah, hebat luar biasa," katanya. 

"Bahkan dalam kesempatan di begitu banyak wawancara, Lionel Messi mengatakan bahwa dia bisa meningkatkan kualitasnya karena ada rival yang cukup luar biasa namanya Ronaldo," lanjutnya.

"Begitu pula Ronaldo, karena ada Lionel Messi lah kemudian dia terus berlatih menunjukkan bahwa dia adalah pemain terbaik dan bisa melampaui Lionel Messi," imbuh Adi.


Kembali ke Dedi Mulyadi dan Pramono Anung, ia menilai kinerja yang baik nantinya bisa dipamerkan Pramono maupun Dedi Mulyadi, termasuk banjir dan macet.

"Baik Kang Didi Mulyadi ataupun Pramono Anung di daerahnya masing-masing tinggal pamer tunjukkan kepada publik apa solusi-solusi konkrit yang sudah diperbuat untuk daerahnya masing-masing terkait dengan kemiskinan, pengangguran dan seterusnya dan seterusnya, termasuk juga soal macet terkait dengan banjir," paparnya.

Adi tak menampik jika faktor saling sindir yang menjadi perang terbuka Pramono dan Dedi Mulyadi adalah kompetisi politik level nasional, alias Pilpres.

Pasalnya, Jabar dan DKI dengan jumlah pemilih yang banyak, pemimpinnya selalu dikaitkan dengan tiket maju menjadi capres maupun cawapres.

"Karena tentu gubernur-gubernur di dua provinsi ini adalah mereka yang selalu dikait-kaitkan dengan bagaimana menjadi calon pemimpin di masa-masa yang akan datang," katanya.

"Karena kita tahu siapapun yang jadi Gubernur Jawa Barat, siapa pun yang jadi Gubernur Jakarta, biasanya kalau ada pemilu terutama Pilpres itu namanya masuk dalam bursa baik sebagai calon presiden ataupun sebagai calon wakil presiden," ucapnya lagi.

Polemik Banjir Jakarta

Sebelumnya, Pramono memastikan banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Jakarta pada Minggu (6/7/2025) pagi, disebabkan kiriman dari Bogor, Jawa Barat.

"Memang banjir yang terjadi pada hari ini adalah banjir kiriman yang paling utama. Karena curah hujan yang cukup tinggi di atas 200 liter," kata Pramono Anung di TMII Jakarta, Minggu (6/7/2025).

Pramono menjelaskan, saat itu Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta sudah membuka semua pompa untuk mempercepat banjir surut.

Menurutnya, banjir Jakarta terjadi akibat tiga penyebab sekaligus, yakni kiriman air dari bogor, curah hujan yang tinggi dan rob di pesisir.

Sementara, Dedi Mulyadi membantah pernyataan Pramono soal banjir Jakarta disebabkan kiriman dari Bogor.

“Enggak ada banjir kiriman dari Bogor. Air itu mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah, itu aspek siklus alam,” kata Dedi  di acara Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi di Ancol, Kamis (10/7/2025), dikutip dari Kompas.com.

Dedi mengakui bahwa perubahan alih fungsi lahan dan persoalan tata ruang di wilayah Bogor turut memberikan kontribusi terhadap kondisi lingkungan saat ini. 

Namun, ia menyebut bahwa sebagian besar pelaku di balik perubahan tata ruang tersebut bukan berasal dari wilayah setempat.

“Kalau mau kita jujur, perubahan alih fungsi lahan dan tata ruang di Bogor juga kan para pengusahanya dari mana. Gitu lho,” ujarnya. Terkait keberadaan Bendungan Ciawi yang dibangun sebagai infrastruktur pengendali banjir Jakarta, Dedi menyebut fungsinya hanya bersifat sementara menahan air.

Kemacetan

Pada Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi di Ancol, Pramono menyinggung  soal kemacetan. Ia menyebut Bandung, Jawa Barat, sebagai kota termacet di Indonesia.

Jakarta yang sebelumnya menjadi kota termacet di Indonesia, kini membaik peringkatnya.

“Jakarta yang biasanya ranking satu di Indonesia dan selalu kota termacet sepuluh besar di dunia, boleh dibuka, sekarang nomor satunya Bandung. Mumpung Pak Gubernur Jawa Baratnya belum ada,” ucap Pram.

Berdasarkan data TomTom Traffic Index, kota termacet di Indonesia adalah Bandung, di posisi kedua Medan, lalu Palembang, dan Surabaya. Jakarta di posisi ke-5.

Menurut Pramono, penurunan kemacetan di Ibu Kota disebabkan oleh meningkatnya minat warga untuk menggunakan transportasi umum. Terutama pada hari Rabu seluruh ASN di Jakarta diwajibkan naik transportasi umum.

“Saya mikirnya begini, ini jangan-jangan surveinya pada pas hari Rabu. Kan hari Rabu saya paksa semua ASN naik kendaraan umum,” ungkap Pramono.

Merespons itu, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi langsung membalas sindiran Pramono, menurutnya meski Bandung macet, udaranya tetap dingin.

Dedi Mulyadi mengatakan untuk mengatasi kemacetan merupakan tugas dari Wali Kota Bandung.

"Dari sisi aspek tugas dan kewenangan itu kan kewenangannya tuga wali kota dan pak wali kota sedang bekerja melakukan penataan terhadap infrastruktur lalu lintas di Bandung," kata Dedi Mulyadi.

Selain itu Gubernur Jabar mempersiapkan konsep integrasi lalu lintas.

"Gubernur juga mempersiapkan konsep integrasi lalu lintas di wilayah Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Sumedang dengan menggunakan model transportasi umum yang ramah lingkungan, mobilitasnya murah dan terintegrasi," katanya

Sumber: Wartakota 

Komentar