POLHUKAM.ID - Situasi di Jakarta kembali memanas setelah seorang driver ojek online (ojol) bernama Afan Kurniawan (21) tewas tertabrak mobil barakuda milik Brimob pada Kamis, 28 Agustus 2025.
Tragedi ini memicu gelombang protes mahasiswa, organisasi masyarakat, hingga komunitas ojol yang mengepung Markas Brimob, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri.
Pemerintah melalui Kapolri telah menyampaikan permintaan maaf, sementara Presiden Prabowo Subianto juga mengucapkan belasungkawa langsung kepada keluarga korban dan menegaskan proses hukum akan berjalan.
Meski sudah dicoba untuk meredamnya, tetapi tetap saja gelombang kemarahan publik masih belum reda.
Rocky Gerung: Publik Marah Karena Akumulasi Masalah!
Pengamat politik, Rocky Gerung menilai peristiwa ini bukan sekadar kecelakaan, melainkan hasil dari akumulasi kemarahan publik selama satu dekade terakhir.
"Ledakan hari ini adalah akumulasi dari keadaan 10 tahun terakhir di mana kebebasan berekspresi dibatasi, ekonomi memburuk, dan rakyat kehilangan harapan,” kata Rocky dalam diskusi bersama FNN.
Menurutnya, benturan dalam demonstrasi tidak bisa dihindari.
Namun negara harus menjamin hak rakyat untuk berdemonstrasi secara aman, sembari memastikan aturan tetap ditegakkan agar tidak terjadi kekerasan.
Ojol Jadi Simbol Frustrasi Sosial
Rocky menyoroti bahwa komunitas ojol kini menjadi kekuatan massa baru dalam gerakan sosial di Indonesia.
Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat PHK memilih menjadi pengemudi ojol, sehingga persaingan makin ketat dan penghasilan menurun drastis.
"Ojol itu jadi semacam tempat pertahanan hidup sementara. Mereka berasal dari kelas menengah yang terdesak ekonomi. Maka ketika ada korban, solidaritas komunitas ojol muncul begitu kuat,” jelasnya.
Faktor Ekonomi dan Politik Jadi Pemicu
Rocky menegaskan, krisis ekonomi akibat salah kelola masa lalu membuat frustrasi sosial menumpuk.
Hutang negara yang besar, lapangan kerja yang minim, dan maraknya korupsi menambah ketidakpuasan publik.
"Polisi memang jadi sasaran kemarahan, tapi akar masalah sebenarnya adalah ekonomi dan kegagalan perencanaan pembangunan era sebelumnya,” ujarnya.
Ia juga menyinggung adanya aroma persaingan elite politik yang ikut memanfaatkan momentum demonstrasi ini.
Menurutnya, publik kini menuntut Presiden Prabowo mengambil jarak dari pemerintahan Jokowi agar kepercayaan rakyat bisa pulih.
Solusi: Radical Break dari Masa Lalu
Sebagai jalan keluar, Rocky menyarankan Presiden Prabowo melakukan “radical break” atau langkah tegas yang menandai perubahan nyata dari pemerintahan sebelumnya.
“Harus ada pembersihan kabinet dari agen-agen koruptif. Publik ingin sinyal otentik bahwa Presiden Prabowo serius memberantas korupsi dan benar-benar membawa arah baru bagi Indonesia,” tegas Rocky.
Menurutnya, bila hal itu dilakukan, kepercayaan publik akan pulih, stabilitas politik kembali terjaga, dan iklim investasi pun bisa lebih sehat.
Sumber: disway
Artikel Terkait
Sejumlah Menteri Kompak Kirim Dukungan ke Prabowo, Singgung Riza Chalid
Geng Solo Diduga jadi Shadow Connection di Balik Situasi Chaos
Dulu Joget Oke Gas dan Suami Dapat Jatah Jabatan, Kini Adik Nagita Slavina Kecewa Situasi Negara Kacau Balau!
Presiden Prabowo Tunda Keberangkatan ke Tiongkok, Pengamat: Gibran Belum Bisa Diandalkan!