HRS Murka: Kalau Kejaksaan Tidak Segera Menangkap Silfester, Besok Kita Cari, Kita Tangkap Rame-Rame, Seret ke Jalan!

- Kamis, 11 September 2025 | 21:10 WIB
HRS Murka: Kalau Kejaksaan Tidak Segera Menangkap Silfester, Besok Kita Cari, Kita Tangkap Rame-Rame, Seret ke Jalan!

Kasus Lama yang Masih Membelit


Silfester Matutina bukan nama baru dalam kontroversi politik nasional. Ia terseret kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2017.


Dalam orasi politiknya saat itu, ia dianggap melontarkan tuduhan tidak berdasar yang mencemarkan nama baik.


Pengadilan tingkat pertama menjatuhkan vonis 1 tahun penjara. Namun, saat mengajukan kasasi, hukumannya justru diperberat menjadi 1,5 tahun penjara.


Meski putusan sudah berkekuatan hukum tetap, eksekusi terhadap Silfester hingga kini belum juga dilakukan.


Pada pertengahan Agustus 2025, Silfester sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Namun, ia tidak menghadiri sidang dengan alasan sakit. Hakim menilai ketidakhadiran itu sebagai bentuk tidak serius dalam menggunakan hak hukumnya.


Akibatnya, permohonan PK tersebut dinyatakan gugur.


Kejaksaan Diuji Nyali Publik


Kasus Silfester kini menjadi ujian besar bagi Kejaksaan. 


Instruksi Jaksa Agung agar Kejari Jakarta Selatan segera melakukan eksekusi dinilai publik sebagai langkah tegas.


Namun, selama keberadaan Silfester belum ditemukan, muncul pertanyaan soal komitmen aparat dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.


Pengamat hukum menilai, jika benar Silfester bersembunyi di Solo, maka aparat harus berani menelusuri dan menjemput paksa.


Transparansi dan kecepatan bertindak akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi hukum.


Isu keberadaan Silfester di Solo juga sensitif secara politik. Kota Solo adalah tanah kelahiran Presiden Jokowi sekaligus basis kuat dukungan politiknya.


Dugaan bahwa seorang loyalis Jokowi berlindung di kota tersebut tentu bisa menimbulkan persepsi negatif.


Jika Kejaksaan tidak segera bertindak, bukan tidak mungkin publik menganggap ada perlakuan istimewa terhadap Silfester.


Hal ini dapat memperlebar jarak antara masyarakat dengan penegak hukum yang seharusnya bersikap netral dan adil.


Hilangnya Silfester Matutina membuka babak baru tarik-menarik antara hukum dan politik. Di satu sisi, ia adalah terpidana yang wajib dieksekusi.


Di sisi lain, dugaan keberadaannya di Solo membuat kasus ini kian sensitif karena bersinggungan dengan simbol politik nasional.


Masyarakat kini menunggu langkah nyata Kejaksaan dalam menangkap dan mengeksekusi Silfester.


Keterbukaan informasi serta keseriusan aparat akan menjadi pembeda: apakah hukum benar-benar ditegakkan untuk semua, atau justru kembali tunduk pada kekuasaan.


SumberHukamaNews

Halaman:

Komentar

Terpopuler