POLHUKAM.ID - Pengamat Pertahanan, Profesor Connie Rahakundini Bakrie menyoroti langkah TNI yang berencana melaporkan Influencer sekaligus CEO Malaka Project, Ferry Irwandi ke polisi.
Menurut Connie, tindakan TNI justru menimbulkan tanda tanya besar.
"Kenapa ya? Irwandi ini kan warga negara Indonesia ya, saya enggak kenal ya. Tapi, maksud saya begini, dia warga negara Indonesia dianggap ancaman siber. Kok, oleh institusi TNI as if TNI harus menghadapi seorang Irwandi gitu loh. Jadi, aku kira apa TNI enggak merendahkan dirinya sendiri?" kata Connie seperti dikutip dari Instagram resminya pada Rabu (10/9/2025).
Semestinya, kata Connie, TNI menunjukkan kapasitasnya di bidang pertahanan siber bukan dengan menjadikan warga sipil sebagai target.
Connie menyindir isu yang selama ini kerap digembar-gemborkan yakni dugaan adanya campur tangan asing di balik aksi demonstrasi yang berujung ricuh pada Agustus kemarin.
"Kalau memang benar ada permainan asing, misalnya operasi (George) Soros seperti yang sering disebut-sebut, kenapa tidak itu yang dibongkar? Kenapa justru sibuk menghadapi seorang Irwandi? TNI versus Irwandi itu menurut saya tidak masuk akal," katanya lagi.
Selain itu, TNI sebenarnya bisa dengan mudah mencari keberadaan Ferry dan menangkapnya tanpa harus dipublikasikan secara berlebihan.
"Ini loh kenapa ya kalau bisanya cuma nangkep urusan Irwandi yang gampang sekali rumahnya kalau enggak salah di Sentul, dan enggak usah juga pakai publikasi ramai begitu," pungkasnya.
Keterlibatan Soros?
Nama konglomerat media, George Soros sempat disebut sebagai aktor yang diduga membiayai demonstrasi berujung rusuh di Indonesia.
Tuduhan ini disampaikan oleh analisis geopolitik dan hubungan internasional, Angelo Giuliano, dikutip dari media asal Rusia, Sputnik, Senin.
Guliano menyebut George Soros diduga membiayai demo di Indonesia melalui organisasi nirlaba miliknya yaitu Open Society Foundations.
"George Soros 'Open Society Foundations', yang sudah berdiri sejak 1990-an dengan membiayai 8 miliar dolar AS secara global dan mendukung kelompok seperti TIFA, diduga turut berkontribusi," kata Guliano.
Tak cuma itu, dia juga menyebut adanya dugaan keterkaitan demonstrasi di Indonesia dengan National Endowment for Democracy (NED), lembaga yang disebut telah mendukung sejumlah media di Indonesia sejak tahun 1990.
Dikutip dari laman resminya, NED berdiri pada tahun 1983 berdasarkan UU Kongres di Amerika Serikat (AS) sebagai organisasi nirlaba independen dan non pemerintah yang berfokus pada pemberian hibah guna memperkuat institusi dan nilai-nilai demokrasi di seluruh dunia.
Hingga saat ini, total ada 60 negara telah kerap dibiayai dana hibah dari NED melalui empat lembaga intinya yaitu Pusat Perusahaan Swasta Internasional, Institut Republik Internasional, Institut Demokrasi Nasional, dan Pusat Solidaritas.
Adapun negara yang dibiayai itu tersebar di seluruh Eropa Tengah dan Timur, Amerika Latin, Asia Pasifik, dan Afrika.
Pada artikel yang sama, penulis buku The China Trilogy dan pendiri Seek Truth From Facts Foundation, Jeff J Brown, menyebut situasi yang terjadi di Indonesia saat ini sama dengan kondisi di Serbia.
Adapun kesamaan yang dimaksud yakni peristiwa demonstrasi ini adalah bagian dari strategi revolusi warna.
"Ini adalah skenario yang sama persis yang terjadi di Serbia. (Negara anggota) G7 menginginkan diktator lain yang didukung AS, seperti Suharto di masa lalu," ujarnya.
Brown menilai negara anggota G7 merasa tidak senang dengan masuknya Indonesia dalam keanggotaan BRICS.
BRICS merupakan orangisasi antar pemerintah yang terdiri dari sepuluh negara saat ini yaitu Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Etiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.
“Indonesia adalah negara Asia Tenggara pertama yang bergabung dengan BRICS dan telah secara terbuka bekerja sama dengan China dalam inisiatif global Belt and Road Initiative," kata Brown.
Besarnya ekonomi dan penduduk Indonesia, menurut Brown, menjadi target para imperialis Barat untuk diserang dengan revolusi warna.
"Dari sudut pandang Barat imperialis, semua ini menjadikan Indonesia sebagai target utama yang layak diserang dengan revolusi warna yang dirancang Barat," ujarnya.
Sumber: tribunnews
Artikel Terkait
Kapolri Listyo Sigit Dinilai Tersandera Jabatan, Panda Nababan: Dia Nikmati, Ikut Bermain
Jelang 30 September, Gatot Nurmantyo Ingatkan Prajurit TNI Siaga Penuh, Waspada Neo PKI
Jokowi Curiga Ada yang Mem-Back Up Pihak yang Menggugat Ijazah Gibran
Klaim Aktif Perjuangkan RUU Perampasan Aset, Jokowi: Sudah Tiga Kali Didorong Tapi tak Direspons DPR