Politik Kuasa Prabowo: Merangkul Islam, Menghadapi PDIP, Menenangkan TNI!

- Kamis, 25 September 2025 | 21:00 WIB
Politik Kuasa Prabowo: Merangkul Islam, Menghadapi PDIP, Menenangkan TNI!




POLHUKAM.ID - Dalam politik Indonesia pasca-Pemilu, satu hal yang paling menonjol bukan hanya soal siapa yang berkuasa, melainkan bagaimana kuasa itu didistribusikan.


Gerindra, PDI-P, TNI, dan Polri menjadi simpul penting dalam peta kekuasaan yang sedang digambar ulang oleh Presiden Prabowo.


Sejak awal, Prabowo mencoba merangkul sebanyak mungkin pihak. 


Ia merapat ke lingkaran Solo dengan simbol politik kebersamaan, sekaligus memainkan kartu internasional lewat pidato mendukung Palestina yang memikat kelompok Islam.


Namun, tantangan utamanya ada di dalam negeri: bagaimana menjaga keseimbangan antara TNI dan Polri, serta bagaimana mengelola relasi dengan partai besar seperti PDI-P yang merasa kehilangan akses langsung ke lingkar kekuasaan.


TNI, yang sejak lama merasakan dirinya dibatasi oleh peran dominan Polri dalam urusan keamanan dalam negeri, tampak melihat peluang baru.


Isu yang beredar, bahkan sampai ke wacana ekstrem bahwa Panglima TNI bisa mengambil alih fungsi Kapolri, memperlihatkan ketegangan laten yang tak pernah benar-benar hilang.


Kompromi Jadi Kunci


Bagi Prabowo, situasi ini dilematis. Jika TNI terlalu dominan, muncul kesan bahwa presiden tak mampu menyeimbangkan sipil-militer. 


Jika Polri tetap kuat, kecurigaan TNI bahwa mereka “dipasung” bisa semakin besar.


Sementara itu, PDI-P menanggung beban politik karena dinilai kurang loyal pada pemerintahan baru.


Imbasnya, kader mereka satu per satu kehilangan kursi strategis. 


Gerindra di sisi lain mengisi ruang kosong itu, memperkuat dominasi di birokrasi sekaligus membuka jalan konsolidasi jangka panjang.


Apa ujung dari tarik-menarik ini? Kemungkinan besar kita akan melihat rekonsiliasi kepentingan.


Prabowo tidak bisa mengandalkan hanya satu pihak. 


Menyejahterakan TNI tetap penting sebagai fondasi stabilitas politik, tetapi Polri tetap harus dijaga karena menguasai penegakan hukum sehari-hari.


Gerindra ingin mengamankan basis kekuasaan, sementara PDI-P masih menyimpan modal politik elektoral yang tak bisa dianggap remeh.


Dalam politik Indonesia, kompromi selalu jadi kunci. 


Kuasa bukan hanya soal siapa duduk di kursi presiden, tetapi bagaimana kursi itu ditopang oleh institusi militer, aparat hukum, dan kekuatan partai politik.


Prabowo sedang memainkan catur besar, satu langkah salah bisa mengundang krisis baru. 


Tapi, langkah kompromi yang tepat bisa memperkuat fondasi pemerintahannya di tahun-tahun awal.


Sumber: HarianHaluan

Komentar