Kasus Sri Lanka, Pengamat: Rakyat Lapar Bisa Melakukan Apa Saja Termasuk Usir Presiden Dari Istana!

- Selasa, 12 Juli 2022 | 12:30 WIB
Kasus Sri Lanka, Pengamat: Rakyat Lapar Bisa Melakukan Apa Saja Termasuk Usir Presiden Dari Istana!

Polhukam.id - Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa diserbu massa dan diusir dari Istana di Kolombo, dan sekaligus meminta agar Gotabaya mundur sebagai Presiden Sri Lanka.

Direktur Political and Public Policy Studies Jerry Massie mengatakan, aksi massa di Sri Lanka itu bisa terjadi di negara manapun termasuk Indonesia, jika kehidupan rakyat menderita, kelaparan terjadi di mana-mana dan kemiskinan terus meningkat.

”Di saat ekonomi sebuah negeri hancur dan terpuruk, rakyat kesulitan dan kelaparan, aksi massa di Sri Lanka bisa terjadi di negara manapun termasuk di Indonesia. Karenanya pemerintah harus mewaspadainya, terutama dalam membuat kebijaksanaan yang mensejahterakan rakyat,” kata Jerry, Ahad (10/7/2022).

Pakar Politik AS ini menuturkan, budaya, politik dan ekonomi antara Sri Langka dan Indonesia ada sedikit persamaan. 

Sebelum jatuh Sri Langka bisa dikatakan makmur seperti Indonesia. Hal ini berbeda dengan Bangladesh yang jauh lebih baik secara ekonomi dan politik dengan Indonesia.

”Memang kemiskinan, utang, pengangguran dan inflasi merupakan pemicu terjadi kerusuhan dalam sebuah negara. People power bisa saja terjadi di Indonesia jika pemerintahan Jokowi tak berpihak pada rakyat. Selain itu jika program yang dilakukan Presiden Joko Widodo juga hanya kepentingan kaum elitis, utang tak bisa ditekan dan pembangunan infrastruktur terus dikebut,” ungkap doktor jebolan American Global University.

Ia juga mengatakan Sri Lanka menyukai utang terhadap China. Akibatnya, Sri Lanka menjadi negara defIault atau gagal membayar utang sehingga Sri Lanka menjadi negara bangkrut. Tercatat utang luar negeri Sri Lanka per akhir 2021 adalah US$ 50,72 miliar.

”Kejadian ini sama persis dengan Indonesia yang suka ngutang. Bayangkan utang kita sudah tembus Rp7000 triliun,” jelasnya.

Saat ini pemerintah memasang target defisit APBN tahun 2022 sebesar Rp 840,2 triliun atau setara 4,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini lebih rendah dari perkiraan defisit sebelumnya yang sebesar Rp 868 triliun atau setara 4,85% dari PDB. Utang SBY dalam 10 tahun Rp1.300 trillun tapi Jokowi hanya 4 tahun utangnya sampai Rp 1.809 triliun.

”Jadi saat SBY turun tahta utang kita Rp2.700 triliun. Jadi era Jokowi utang Jokowi naik dramatis Rp4.300 triliun dan bisa mencapai Rp5.000 sampai Rp6.000 triliun,” tegasnya.

Halaman:

Komentar

Terpopuler