LaNyalla meminta Pertamina fokus saja mengurangi biaya ‘kemahalan’ dalam due process business-nya. Sehingga menjadi lebih efisien.
Dan jangan selalu menutupi business lost dengan dalih business judgment bukanlah sebuah kesalahan.
Terhadap kebijakan B-30, LaNyalla berharap Pertamina berani menolak jika memang tidak efisien dari segi bisnis.
Jangan hanya untuk menyerap CPO pengusaha Sawit kesulitan masuk pasar Eropa, maka disubsidi menjadi program B-30.
“Sebab kalau nyata-nyata menguntungkan, sudah pasti kita bisa naikkan menjadi B-50 atau B-100. Tetapi ternyata kan B-100 menjadi lebih mahal dari solar murni yang diolah dari crude oil,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, Nicke menyebutkan, jika mengikuti harga pasar, seharusnya Pertalite dijual Rp 17.200 per liter.
Sedangkan harga solar campuran minyak sawit atau biodiesel (B30) seharusnya Rp 18.150 per liter.
Sementara saat ini, Pertamina menjual bensin dengan oktan 90 ini di harga Rp 7.650 per liter. Dan menjual Bio Diesel di harga Rp 5.150 per liter.
Dengan kata lain, setiap liter Pertalite disubsidi negara Rp 9.550 per liternya. Sedangkan B-30 disubsidi Rp 13.000 per liternya.
Sumber: disway.id
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara