Lebih lanjut kata Anggota DPRD dari Jakarta ini mengaku telah mempertanyakannya ke Menko Polhukam Mahfud MD soal ini.
Dia menyebut hal ini juga bertentangan dengan apa yang diyakini oleh Mahfud jika dilihat dengan tulisan bukunya Mahfud.
"Saya sudah bilang sama Pak Mahfud selalu Menko, dasarnya begini nggak boleh. Tapi alasannya inikan sudah dari DPR. Berarti cara berpikirnya sangat formalistik prosedural, bertentangan dengan Mahfud sendiri. Keadilan substantif, demokrasi substantif," ungkapnya.
"Kan gitukan di bukunya dia soal ceramah ini sangat prosedural. Alasannya itu nggak bisa, ini sudah di DPR. Dia (presiden) politisi segi dia menunggangi. Coba kalau dia bertindak sebagai negarawan, kepala negara bukan kepala pemerintah," tambahnya.
Menurutnya, Mahkamah Agung ini sama seperti itu. “Dia (Jokowi) akan membiarkan itu dalam arti karena dia politik, politisi, transaksional. ‘Dari segi hukum bisa diperdebatkan bahwa ini nggak salah. Bukan saya kok’,” katanya.
Soal Moeldoko, Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum ini mengatakan, Moeldoko setingkat menteri tapi bukan Menteri, harusnya KSP itu melayani pimpinan bukan mengurus partai.
"Makanya saya pernah menyarankan. Sebaiknya Moeldoko itu diberhentikan dari KSP. Biar tidak menimbulkan citra yang buruk," tandasnya.
Sumber: kontenjatim
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara