Adian mengungkapkan inisiatif serupa juga sering dilakukan Ganjar setiap melakukan kunjungan ke daerah. Ia pun menyarankan kepala daerah lainnya juga melakukan hal yang sama saat sedang berkunjung ke wilayah lain.
“Harus begitu. Dan itu dilakukan tidak cuma di Jakarta, di Bali dia telepon gubernur. Di tempat lain dia telepon wali kota dan semua harus melakukan hal yang sama,” tegas Adian.
Menggerus Elektabilitas
Sementara Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adrian Sopa, dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (28/6) memandang, stempel petugas partai yang disematkan kepada Ganjar bukan saja potensial mengundang tafsir liar, juga rawan merontokan elektabilitasnya.
“Status petugas partai itu memang sulit untuk dicari maknanya yang positif. Konotasinya lebih dominan berkesan negatif. Dan inilah yang sangat potensial ditafsirkan secara liar oleh publik,” kata Adrian Sopa.
Dalam pandangan Sopa, jika stempel petugas partai ini terus dihidupkan, bukan saja berpotensi mengundang tafsir liar yang buruk, tapi juga potensial merontokan Ganjar sebagai capres.
“Kenapa? Karena cepat atau lambat, publik akan menafsirkan stempel petugas partai ini menjadi boneka partai, sebuah julukan yang sangat berkonotasi negatif. Namanya juga boneka, tak bisa apa-apa kecuali disetir” tandasnya.
Dalam kaitan itulah, menurut Sopa, status sebagai petugas partai itu sebenarnya tidak terlalu menguntungkan buat Ganjar. Selain publik akan menganggap dia boneka partai, juga jika terpilih nanti dianggap hanya sebagai presiden milik PDIP, bukan milik seluruh rakyat.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara