“Ini jelas akan semakin ribet dan membuka peluang sogok-menyogok,” sambung Rizal Ramli.
Di satu sisi, selama tiga tahun berlangsung justru tidak ada peningkatan besar di bidang investasi, selain di sektor pertambangan. Sebaliknya, negara-negara tanpa omnibus law justru mendapat investasi sangat besar, seperti Vietnam, India, dan Thailand.
“Omnibus law hasilnya memiskinkan buruh dan keluarganya, upah hanya naik di bawah inflasi. Sama artinya pemerintah mengajak miskin rakyat secara berjamaah. Kedua, PHK semakin meningkat dan outsourcing semakin meluas menjadi bentuk perbudakan modern,” sambung pria yang akrab disapa RR itu.
Omnibus Law UU Ciptaker Ditolak Lewat PT 0 Persen
Omnibus Law UU Cipta Kerja yang membuat rakyat menjadi miskin berjamaah ini harus ditolak dan dihapuskan. Adapun jalan pintasnya adalah melalui penghapusan Presidential Threshold (PT) 20 persen, menjadi 0 persen.
“Sehingga bisa menghasilkan pemimpin-pemimpin amanah yang dapat bekerja untuk rakyat. Bukan untuk cukong,” urai RR.
Penghapusan PT ibarat “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui’. Dengan munculnya pemimpin amanah, maka pembangunan ugal-ugalan ibukota negara baru (IKN) bisa dibatalkan dan upah buruh dapat dinaikkan. Selain itu, harga BBM, listrik, dan biaya pendidikan bisa diturunkan.
“Jokowi telah gagal mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat, seperti yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945. Jokowi malah berhasil mensejahterakan oligarki secara ugal-ugalan, memperluas KKN, dan membangun politik dinasti secara vulgar, tanpa malu!” ujar Rizal Ramli.
“Dengan berbagai pelanggaran konstitusi itu tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan Indonesia, selain dengan menghentikan Jokowi sebagai presiden. Agar kita bisa mencegah kerusakan terhadap Indonesia tidak terus berlanjut,” tutupnya.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara