"Laporan kami ada empat bukti berupa Putusan MK Nomor 29, 51, 55, dan 90 per tanggal 16 Oktober 2023," sambungnya memaparkan.
Dia menjelaskan, setelah membaca putusan-putusan itu, dan membaca pandangan-pandangan dari Hakim Konstitusi yang berbeda pendapat atau dissenting opinion, dilihat ada pelanggaran kode etik dilakukan Anwar Usman dalam memutus perkara nomor 90.
"Di perkara itu menyebut permohonan ini untuk Gibran Rakabuming Raka yang Pemohon idolakan dan banggakan, karena menurut Pemohon dia pemimpin sukses yang membangun Solo sebagai Walikota Solo," urainya.
"Nama Gibran disebut berkali-kali. Maka ada konflik kepentingan, karena ada hubungan keluarga, Ketua MK ipar Presiden Jokowi, dan anaknya Gibran disebut-sebut dalam permohonan Pemohon. Dan belakangan Kaesang Pangarep jadi Ketum PSI, menjadi salah satu Pemohon," tuturnya.
Maka dari itu, Seletinus menegaskan, dari bukti-bukti yang diajukan, seharusnya sejak awal Ketua MK mengundurkan diri dari persidangan perkara-perkara itu.
"Jika berhubungan keluarga, seharusnya hakim harus mundur, tetapi ternyata tidak mundur bahkan ikut memutus," tandas Selestinus.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara