"Ada banyak anak-anak pemimpin pada masa lalu yang dikalahkan oleh rakyat. Keponakan Pak JK (di Makassar) kalah sama kotak kosong, anak Ma’ruf Amin di Tangerang (Selatan) dikalahkan. Kan kalah, jadi akhirnya jangan kemudian takut bertarung," ungkapnya.
Untuk mengalihkan tudingan pelanggengan kekuasaan, Fahri balik menuding, sebenarnya kesalahan terjadi akibat adanya kekacauan di kalangan elite dalam berjalnnya sistem demokrasi. Pemilihan Gibran sebagai cawapres pendampingi Prabowo dinilai merupakan dampak dari sistem yang kacau di Indonesia.
"Itu terjadi karena ketidaksempurnaan sistem, akhirnya nyari orang," ucap Fahri. Sistem yang dimaksud, di antaranya mengenai kederisasi di partai politik dan pemberlakuan sistem parliamentary threshold.
Fahri menekankan, pandangan adanya politik dinasti yang disematkan kepada Gibran merupakan penilaian subjektif. "Kalau dibilang Jokowi netral atau tidak, lho lebih tidak netral waktu teman-teman dukung Jokowi periode kedua, dia presiden, dia calonnya," kata Fahri.
"Kalau ini (Gibran) masih berjarak pada orang lain. Yang jadi presiden kan bukan Gibran, presidennya Prabowo, Prabowo partainya lain dari Jokowi, koalisinya juga lain. Jadi enggak bisa pikiran subjektif ini melupakan bahwa fakta dijebak sistem yang jelek," kata Fahri.
Sumber: republika
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara