Soal itu, Pratama menyebut serangan hacker kepada lembaga penyelenggara Pemilu bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan terjadi juga di beberapa negara.
Menurut dia, dampak dari penyerangan terhadap lembaga penyelenggara Pemilu akan membesarkan nama hacker dan nilainya mudah dijual.
Lanjut Pratama, Indonesia saat ini menduduki peringkat 24 keamanan siber dari 165 negara. Peringkat tersebut, sambung Pratama, tergolong baik dan menunjukan tumbuhnya ekonomi digital yang terlegitimasi.
“Tetapi kenyataannya, keamanan siber Indonesia nyungsep, senyungsep-nyungsepnya. Ternyata peringkat itu tidak berbanding lurus dengan kemampuan pertahanan diri, sehingga kebocoran data terjadi terus menerus,” jelasnya.
“Itu terjadi nggak cuma di 1-2 institusi, tapi terjadi di banyak institusi,” tambah dia.
Pratama menyebut contoh institusi yang pernah terjadi kebocoran data dalam jumlah besar adalah BPJS Kesehatan dan Dukcapil.
“Menurut saya ini hal yang tidak perlu terjadi, kalau kita, pemerintah kita aware terhadap security,” pungkasnya
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara