Kisruh politik sekarang adalah khayalan rumit kebangsaan kita. Soo, "lets to get up" bro. Kesempatan sekarang adalah kesempatan pemurnian karena sistem politik kita telah mengarah ke gerbang kejenuhan.
Standarnya, siapa pilih siapa, bukan urusan yang penting yang jadi pilihan adalah haqiqiyah kebaikan menurut nurani. Ingat nurani tak pernah buta untuk melihat baik dan buruk karena itu pekerjaannya.
Indonesia juga belum seratus persen menggunakan politik sekuralisme, karena gerakan pengaruh masih terbuka dan masif terpantau. Jika kembali ke masing-masing orang tetap fungsinya kembali kepada hati sebagai pemutus pilihan.
Mekanisme pemilihan sebenarnya adalah alur terbalik dari proses mekanisme menjalankan roda pemerintahan. Pressing justru berasal dari bawah (rakyat) bukan dari atas (pemerintah/penguasa).
Jika rakyat puas dengan pemerintah yang bertugas mengemban amanatnya, maka tanpa disuruh mereka akan berdiri mempertahankan pilihannya yang pertama. Tapi jika rakyat tak puas, maka mereka akan bergeser menentukan pilihan kepada yang dianggap mampu untuk itu.
Politik uang dan kekuasaan sangatlah jauh dari standar liberirasi politik itu sendiri. Sebab liberisasi bukan pemaksaan fokus obyeknya, tapi justru mempropaganda profesionalitas pemimpin calon penguasa pemerintahan.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: paradapos.com
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara