RUU TNI Izinkan Militer Jadi Jaksa Agung, Sejarah Kelam Terulang?

- Selasa, 18 Maret 2025 | 20:10 WIB
RUU TNI Izinkan Militer Jadi Jaksa Agung, Sejarah Kelam Terulang?

Keenam kementerian dan lembaga tersebut, yakni; Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Kejaksaan Agung RI.


Ardi mengatakan DPR RI dan pemerintah seharusnya mempersempit, membatasi dan mengurangi keterlibatan anggota TNI aktif dalam jabatan sipil. 


Bukan justru semakin memperluas jabatan tersebut yang berpotensi kembali menghidupkan dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia.


“Jika ingin merevisi UU TNI justru seharusnya 10 jabatan sipil yang diatur dalam pasal 47 Ayat 2 UU TNI itu dikurangi bukan malah ditambah,” ujarnya.


Konflik Kepentingan


Pengajar hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah Castro sependapat dengan Imparsial. 


Menurutnya RUU TNI yang memperluas wewenang anggota TNI aktif dapat menjabat posisi di Kejaksaan Agung RI sebagai produk akal-akalan pemerintah.


Castro menilai anggota TNI sejak awal dididik sebagai prajurit pertahanan negara. Sehingga mereka tidak memiliki kompetensi untuk menjadi jaksa.


“Jadi sangat tidak rasional, ini hanya akal-akalan memberikan atau melapangkan jalan militer untuk menempati pos-pos jabatan di luar kompetensinya,” ungkap Castro.


Alih-alih memperluas jabatan sipil yang bisa diisi anggota TNI aktif, Castro menilai DPR RI dan pemerintah seharusnya mereformasi Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. 


Sehingga anggota TNI yang terlibat atau melakukan tindak pidana dapat diadili lewat mekanisme peradilan umum.


Sementara memperluas wewenang anggota TNI aktif bisa menjabat di Kejaksaan Agung hanya akan semakin memicu terjadinya konflik kepentingan. Apalagi jika sampai menjabat Jaksa Agung ataupun Jampidmil.


“Paling berbahaya sebenarnya ketika militer masuk dalam jabatan jabatan seperti Jaksa Agung dan Jampidmil itu. Jaksa tidak lagi menjadi pengacara negara tapi menjadi pengacara militer, karena kepentingan yang dibawa adalah kepentingan militer. Sehingga mustahil kemudian akan menyasar golongannya sendiri,” tuturnya.


Sedangkan Ketua Panitia Kerja atau Panja RUU TNI, Utut Adianto membantah RUU TNI sebagai upaya mengembalikan dwifungsi TNI. 


Dia justru mengklaim lewat perubahan tersebut DPR RI dan pemerintah semakin membatasi peran TNI di ranah sipil.


“Saya juga sudah kali-kali bicarakan, justru ini melimitasi," kata Utut di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/3).


Bantahan serupa disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. 


Dia mengklaim RUU TNI justru memperkuat peran TNI dalam melindungi kedaulatan negara dan menyelesaikan tantangan dan permasalahan yang ada.


“Jadi, tolonglah untuk tidak mengeluarkan statement-statement yang seolah-olah akan kembali ada dwifungsi ABRI, tidak begitu,” katanya.


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar

Terpopuler