RUU TNI: Karpet Merah Jenderal Nonjob Duduki Jabatan Sipil

- Kamis, 20 Maret 2025 | 13:15 WIB
RUU TNI: Karpet Merah Jenderal Nonjob Duduki Jabatan Sipil

Kelebihan personel juga terjadi pada tingkat perwira menengah Letkol. Di mana jumlah personel berpangkat Letkol mencapai 5.661 dari 5.423 yang dibutuhkan sesuai DSP.


Chandra Ariyadi Prakosa, Mhd. Halkis & Tarsisius Susilo dalam Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) bertajuk: Kompetensi Digital dan Manajemen SDM TNI pada Era Revolusi Industri 4.0 mengatakan, pertumbuhan perwira TNI yang tidak terkendali ini sangat berisiko jika tidak dikelola dengan baik. 


Mereka juga menekankan kalau persoalan ini bukan akibat dari dihapuskannya dwifungsi ABRI. 


Sehingga perluasan jabatan sipil yang dapat dijabat prajurit aktif lewat RUU TNI selayaknya mengembalikan dwifungsi ABRI bukan jawaban atas persoalan tersebut.


“Solusi utama untuk mengatasi tantangan tersebut adalah melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan SDM,” tulisnya.


Salah satu permasalahan utama dalam pengelolaan SDM di lingkungan TNI menurut Chandra dkk. adalah kesenjangan keterampilan. 


Di mana banyak personel TNI yang belum sepenuhnya siap menghadapi tuntutan atau tantangan baru di era teknologi digital. 


Padahal TNI sebagai organisasi militer saat ini membutuhkan personel yang tidak hanya mahir dalam kemampuan fisik dan taktis, tapi juga keterampilan teknologi yang mendukung operasi modern.


Menambah Beban Biaya Belanja Pegawai dan Barang


Co-founder Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Dwi Sasongko mengungkap dampak lain di balik perpanjangan masa usia pensiun. 


Bukan hanya memperparah bottle neck atau stagnasi karir perwira, kebijakan tersebut menurutnya juga berpotensi menambah beban anggaran belanja pegawai dan barang.


Berdasarkan data yang dimiliki ISDS, potensi kebutuhan tambahan anggaran untuk perpanjangan usia pensiun tahun 2025 dari 6.679 personel tamtama hingga perwira tinggi mencapai Rp412 miliar. 


Tergerusnya anggaran TNI untuk belanja rutin tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap pengurangan anggaran pembangunan kekuatan militer.


“Angka ini akan bertambah setiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah anggota TNI yang diperpanjang usia pensiunnya,” jelas Dwi.


Perpanjangan masa pensiun yang memicu stagnasi karir perwira, kata Dwi, juga akan membuat TNI menjadi organisasi yang kurang adaptif terhadap perkembangan global dan teknologi terbaru. 


Sekalipun selama ini TNI membuat beberapa solusi untuk menyalurkan stagnasi tersebut, seperti menambah Kogabwilhan, Kodam, dan berbagai satuan lain.


Namun penambahan satuan itu, lanjut Dwi, terkesan hanya bertujuan untuk menampung perwira non-job bukan untuk fungsi pertahanan. Sebab terdapat kekurangan personel di tingkat prajurit.


“Akibatnya, berbagai organisasi tidak diisi utuh seperti satuan-satuan teritorial di perbatasan pun baik darat, laut, udara hanya terpenuhi antara 50-70 persen, sehingga menurunkan kinerja,” ungkapnya.


Dwi menilai secara umum RUU TNI memang terkesan hanya ingin mewadahi perwira tinggi untuk mendapatkan posisi empuk dan masa pengabdian lebih lama. Bukan justru menjawab persoalan atas beragam tantangan perang di era modern.


“Perubahan paling krusial dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 ini adalah Pasal 53 yang memperpanjang usia pensiun,” pungkasnya.


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar