Kenapa Tidak (Bisa) Marah?
Tapi bukan itu poinnya. Publik sebelumnya menduga Prabowo marah besar pada kasus Letjen Kunto Arief Wibowo.
Anak Try Sutrisno tersebut dicopot dari posisinya sebagai Pangkogabwilhan I. Itulah sebabnya Kunto dikembalikan ke posisi semula.
Pertanyaanya, jika Prabowo marah, kenapa dia malah puji Jokowi setinggi langit? Pencopotan Kunto atas perintah Jokowi adalah pelanggaran serius terhadap integritas TNI. Penistaan terhadap marwah Prabowo sebagai Presiden.
Pasal 10 UUD 1945 menyebut Presiden adalah pemegang komando tertinggi atas angkatan darat, laut, dan udara. Singkatnya, Presiden adalah Panglima Tertinggi TNI!
Prabowo seharusnya tak cuma batalkan pencopotan Kunto. Dia harus bertindak tegas terhadap Panglima TNI, dan, tentu saja Jokowi.
Putuskan semua relasi majikan-pembantu dengan eks tukang kayu itu.
Dorong proses hukum atas semua kejahatan Jokowi terhadap negara dan rakyat Indonesia selama 10 tahun berkuasa.
Memang benar-benar heran dan tidak habis pikir. Baru saja dilecehkan pada pencopotan Letjen Kunto, Prabowo masih saja puji-puji Jokowi. Dia juga menolak disebut boneka Jokowi.
Tapi pada kesempatan yang sama, di sidang kabinet tadi, Prabowo juga mengaku, masih terus konsultasi soal pemerintahan dengan Jokowi.
Ya iyalah, mana ada boneka mengaku: iya, saya memang boneka presiden, eh presiden boneka…
Tidak ada matahari kembar. Itu benar. Yang ada matahari bersinar. Tapi, dari Solo. Terus, Prabowo siapa? Terserah kalian, lah mau sebut dia apa.
Relasi Prabowo-Jokowi memang superaneh. Amat misterius. Normalnya, sebagai Presiden Prabowo mandiri. Berdaulat. Punya marwah! Faktanya?
Omon-omon, kira-kira Prabowo perlu diruqyah gak, sih? Ya gak lah. Mosok presiden perlu diruqyah. Kalau harus, kayaknya iya… ***
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara