POLHUKAM.ID – Sengketa empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali menjadi sorotan publik nasional.
Pakar hukum Prof Henry Indraguna menyatakan dukungannya terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait status administratif wilayah yang dipersengketakan.
“Empat pulau yang kini masuk wilayah Sumut itu adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Kecil. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendukung klaim Bobby Nasution lewat Keputusan Mendagri, yang terbit pada 25 April 2025,” kata Prof Henry, Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar, dalam pesan tertulis, Senin (16/6/2025).
Sengketa Batas Wilayah dan Risiko Konflik Horizontal
Pemerintah pusat disebut mencoba menggeser batas Aceh secara administratif melalui dua Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) tahun 2022 dan 2025.
Hal ini memicu reaksi keras karena keempat pulau yang selama ini berada di wilayah Kabupaten Aceh Singkil kini diklaim sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
“Setiap pihak mengklaim keempat pulau itu sebagai bagian dari wilayahnya. Ini bisa menimbulkan kerancuan tata kelola, konflik horizontal, dan ketidakpastian hukum,” tegas Prof Henry yang juga Ketua DPP Ormas MKGR.
Helsinki Jadi Dasar Hukum Kuat untuk Aceh
Menurut Guru Besar Unissula Semarang itu, dasar yuridis Aceh untuk mempertahankan kedaulatan atas pulau-pulau kecil sudah sangat kuat.
“Perjanjian Helsinki 2005 yang diimplementasikan lewat UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberi kewenangan khusus bagi Aceh, termasuk pengelolaan kepulauan dan laut hingga 12 mil,” ucapnya.
Ia mengutip Pasal 4 dan 7 dalam UU Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai bukti bahwa Aceh memiliki hak atas pulau-pulau di sekitarnya.
Dorongan Evaluasi dan Klarifikasi Pemerintah Pusat
Prof Henry juga meminta pemerintah pusat mengevaluasi Kepmendagri No. 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah, serta melakukan konsultasi ulang dengan Pemerintah Aceh sesuai semangat otonomi khusus.
“Penyelesaian harus menyentuh aspek hukum, politik, dan integritas NKRI, dengan tetap menghormati MoU Helsinki sebagai acuan batas administrasi sejak 1 Juli 1956,” kata Henry yang juga Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang turut memediasi perjanjian damai Helsinki pun disebut sebagai sosok kunci yang dapat menjadi referensi dan penengah dalam persoalan ini
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Jejak Misterius Relawan Asal Solo, Diduga Otak Pembuatan Ijazah di Pasar Pramuka, Menghilang sejak Kasus Bambang Tri
Partai Ummat Bergolak, Kader Gugat AD/ART
Keputusan Mendagri Soal Empat Pulau Aceh Jahat dan Harus Dicabut
Gibran Datang ke Rumahnya, Rocky Gerung: Saya Kasih Kopi, Oke You Bicara Anak Muda!