Menurutnya, akar masalah migor ada pada sisi produksi dan distribusi. Bukan karena adanya lonjakan konsumsi.
"Pemerintah jangan gonta-ganti kebijakan tata-niaga minyak goreng (migor) curah secara trial by error alias coba-coba, namun tidak menyelesaikan masalah. Misalnya, kebijakan penggunakan aplikasi Peduli-Lindungi untuk pembeli migor-curah," katanya.
Ia meminta pemerintah harusnya fokus menyelesaikan akar masalah. Bukan malah menimbulkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan masalah baru. Ia menilai ide penggunaan aplikasi Peduli Lindungi akan menyulitkan masyarakat kecil.
Dia menambahkan pengguna migor curah nota bene adalah rakyat kecil dan UMK (usaha mikro dan kecil) yang tidak akrab dengan teknologi smart phone. Bila ini dipaksakan maka akan menyulitkan mereka.
"Hari gini, Pemerintah harus benar-benar cermat dalam mengambil opsi kebijakan bagi masyarakat. Jangan menerapkan kebijakan yang menyusahkan rakyat," imbuhnya.
Kebijakan yang penting dan mendesak sekarang adalah membanjiri pasar dengan migor curah secara cukup dengan harga sesuai HET (harga eceran tertinggi). Soal ini yang terkesan lambat dilakukan Pemerintah.
Nyatanya, kondisi yang ada sekarang ini janggal dan paradoksal. Di satu sisi stok CPO dikatakan berlimpah di tangki penyimpanan, dan harga TBS sawit rakyat anjlok mendekati Rp. 500 per kilogram. Namun di sisi lain, masih terjadi kelangkaan migor curah dan dengan harga yang jauh di atas HET.
"Berarti ada yang salah di tingkat produsen dan distributor migor curah," tandasnya.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid