Ada G20 di Indonesia hingga APEC di Thailand, Netralitas ASEAN Diuji

- Jumat, 20 Mei 2022 | 08:30 WIB
Ada G20 di Indonesia hingga APEC di Thailand, Netralitas ASEAN Diuji

Pada waktu yang berdekatan, Indonesia yang memegang presidensi G-20, juga akan menggelar pertemuan puncak G-20 yang melibatkan AS dan Rusia. Selanjutnya, Thailand juga menjadi tuan rumah bagi pertemuan Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang juga melibatkan AS dan Rusia.

Baca Juga: Sering Bermasalah di LCS, China Malah Sindir Pertemuan Amerika-ASEAN

Di akhir pertemuan puncak Amerika Serikat dan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Presiden AS Joe Biden menegaskan pertemuan yang digelar selama dua hari itu menandai dimulainya era baru hubungan AS dan ASEAN.

Hubungan AS dan sepuluh negara di Asia Tenggara secara tegas dinyatakan tidak lagi sebatas 'kemitraan strategis', tapi ditingkatkan menjadi 'kemitraan strategis komprehensif'.

Biden melihat sejarah dunia di masa depan akan berada di negara-negara Asia Tenggara, dan hubungan negara-negara di kawasan dengan AS adalah bagian dari masa depan itu. Pernyataan tersebut diperkuat pernyataan Wakil Presiden AS, Kamala Haris, yang menegaskan AS akan bersama-sama negara-negara di kawasan menjaga norma serta aturan main internasional.

Pemerintahan Biden pun menjanjikan bantuan senilai 150 juta dolar AS untuk sektor-sektor infrasruktur, keamanan, kesiapan pandemi, dan energi terbarukan.

Pernyataan-pernyataan penuh pujian, bahkan komitmen bantuan, terhadap ASEAN tersebut ternyata tak mampu menjadikan negara-negara di kawasan sepenuhnya berpihak pada AS soal perang Rusia dan Ukraina.

Meski sejak awal diprediksi Biden bakal mendesak ASEAN untuk mengambil sikap lebih tegas terhadap Rusia, sebagai upaya memperluas koalisi menentang Rusia, namun itu tidak terjadi. Bahkan, dilansir VoaNews, dalam sambutannya, Biden sama sekali tidak menyinggung soal invasi ke Ukraina.

Dalam pernyataan bersama usai pertemuan, hanya disebutkan afirmasi untuk menghormati kedaulatan, independensi politik, dan integritas teritori. Juga upaya untuk segera menghentikan konflik dengan mengacu pada hukum internasional dan Piagam PBB.

Stacie Goddard, pakar politik di Wellesley College, melihat sikap tersebut lebih mengindikasikan bagaimana AS memahami ASEAN sebagai mitra vital terkait rivalitas dengan Cina.

"AS tidak ingin merusak hubungan ini dengan mengeluarkan pernyataan  terkait agresi Rusia," jelasnya.

Pandangan berbeda dilontarkan Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob. Dikutip Bernama, Ismail mengatakan selama pertemuan, pemimpin ASEAN menunjukan sikap bersama yang kuat dalam beberapa isu internasional termasuk isu Rusia-Ukraina.

ASEAN berharap krisis Rusia-Ukraina dapat diselesaikan melalui meja perundingan. Dalam konteks ini, AS dengan pengaruh besarnya diharapkan mampu mendorong penyelesaian krisis tersebut secara damai.

Gregory Poling, pakar Asia Tenggara di lembaga think thank Center for Strategic and International Studies, menilai pertemuan puncak AS-ASEAN itu dipenuhi simbolisme. "Simbolisme itu memang penting, tapi tidak akan membawa banyak perubahan secara konkret," ujarnya dilansir Reuters.

Poling menduga pembicaraan terkait tekanan-tekanan AS terhadap ASEAN terkait krisis Rusia-Ukraina tidak diungkap pada publik. Poling menunjuk masuknya krisis Rusia-Ukraina dalam agenda pertemuan tapi tidak dipublikasikan.

"AS jelas tidak ingin mengundang pemimpin ASEAN yang terbang separuh dunia ke Washington dan membuat mereka merasa tidak nyaman," urainya. Pernyataan bersama soal Ukraina yang mengafirmasi 'kedaulatan, independensi politik, dan integritas teritori' suatu negara, merupakan indikasi tegas mengecam aksi Rusia.

Situasi tersebut mirip dengan sikap terkait konflik di Laut China Selatan serta rivalitas AS dan China. Dalam konteks ini, negara-negara di Asia Tenggara bersikap lebih berhati-hati agar tidak terjerumus pada keberpihakan. Apalagi, sebagian besar negara di kawasan memiliki hubungan ekonomi kuat dengan Cina.

Terkait aksi Rusia, perbedaan sikap negara-negara di kawasan tercermin pula dalam voting untuk menentang dan mengecam Rusia di PBB awal Maret lalu. Vietnam dan Laos, yang memiliki hubungan erat dengan Rusia, bersikap abstain, sementara negara lain di kawasan mendukung kecaman terhadap Rusia.

Baca Juga: Dalam Beberapa Dekade, China Adalah Sumber Destabilisasi di Laut China Selatan

Ujian

Halaman:

Komentar

Terpopuler