Habibie mengatakan kepada Wiranto untuk menjabat Menteri Pertahanan/Panglima ABRI (Menhankam/Pangab).
Di Kuningan, saat itu, Habibie menerima Danjen Kopassus Mayor Jenderal Muchdi PR dan Mayor Jenderal Kivlan Zein yang membawa surat dari Pangkostrad dan Jenderal Besar Abdul Haris Nasution.
Surat itu berisi pesan agar Habibie mengangkat Jenderal Hadi Siswojo menjadi Pangab dan Prabowo jadi KSAD.
Setelah menerima surat itu, Habibie berangkat ke Istana untuk mengumumkan kabinet baru. Di Istana, Wiranto minta waktu jumpa empat mata.
Kepada Habibie, Wiranto melaporkan adanya pasukan Kostrad dari luar Jakarta menuju ke kediaman Presiden di Kuningan dan Istana Merdeka.
Atas laporan itu, Habibie berkesimpulan gerakan pasukan itu tanpa sepengetahuan Pangab (Wiranto).
Habibie minta Wiranto mengganti Prabowo dari jabatan Pangkostrad sebelum matahari terbenam. Wiranto bertanya siapa pengganti Prabowo, Habibie menjawab terserah Pangab (Wiranto).
Ketika itu Wiranto minta izin Habibie untuk mengumpullkan semua anggota keluarganya di Wisma Negara. Wiranto mengusulkan pengganti Prabowo adalah Panglima Divisi Siliwangi Jawa Barat, Mayjen TNI Djamari Chaniago.
Sebelum Chaniago dilantik keesokan harinya (Sabtu 23 Mei 1998), Asisten Operasi Pangab Letjen Johny Lumintang mengisi jabatan Pangkostrad sementara dengan tugas mengembalikan pasukan Kostrad ke basis masing-masing sebelum matahari terbenam, Jumat itu.
Setelah pembicaraan antara Habibie dan Wiranto, seorang ajudan presiden melaporkan bahwa Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto minta waktu jumpa Presiden Habibie.
Ketika itu Prabowo diperkenankan jumpa Habibie dengan syarat mematuhi peraturan yang berlaku, yakni tanpa membawa senjata. Pertemuan diatur setelah makan siang dan sebelum Habibie menerima Gubernur BI dan Menko Ekuin Ganjar Kartasasmita.
Tatkala Prabowo datang dan diminta untuk melepaskan senjatanya ini menjadi kisah cerita tersendiri yang banyak beredar di masyarakat hingga kini.
Dalam bukunya, Habibie punya renungan tersendiri dalam pertimbangannya sebelum menerima Prabowo di Wisma Negara. Prabowo dipandang oleh Habibie sebagai sahabatnya dan menantu Soeharto.
“Karena Prabowo adalah menantu Presiden Soeharto di mana budaya feodal masih subur, maka dalam Gerakan dan tindakannya sering terjadi konflik antara disiplin militer dan disiplin sipil,” tulis Habibie (halaman 101).
“Apa pun yang dilakukan (Prabowo) akan ditolelir dan tidak pernah mendapat teguran dari atasannya. Kebiasaan pemberian ‘eksklusivitas’ kepada Prabowo adalah mungkin salah satu penyebab gerakan pasukan Kostrad tanpa konsultasi, koordinasi dan sepengetahuan Pangab terjadi,” tulis Haibie.
Menurut Habibie, kebiasaan tersebut mungkin terjadi bukan karena kehendak Soeharto, tapi lingkungan feodal yang memperlakukannya demikian.
Budaya feodalah yang dipersalahkan oleh Habibie. Siapa saja yang feodalistis yang menyebabkan Prabowo dihinggapi lingkungan budaya feodal? Hanya rumput yang bergoyang bisa menjawab ini. Bukan rumput makanan kuda.
Pada Rabu, 10 Mei 2023 lalu, saya diundang di kantor Total Politik untuk diwawancara tentang kisah lengsernya Soeharto dari kursi presiden.
Saya jumpa wartawati senior Uni Lubis. Ia memberi artikel tulisannya, hasil wawancaranya dengan Prabowo di Thailand, beberapa tahun lalu.
Dalam tulisan ini, dikatakan, Prabowo pada Jumat 22 Mei 1998, datang ke Wisma Negara menemui Habibie untuk mempertanyakan pencopotan dirinya dari jabatan Pangkostrad.
Menurut Prabowo dalam tulisan Uni Lubis, ia datang bukan untuk mengancam Habibie dengan senjata. Prabowo bilang di pintu masuk ia melepaskan senjatanya sesuai aturan yang berlaku.
Prabowo juga mengatakan tidak bermaksud untuk minta jabatan, walaupun Habibie beberapa kali pernah mengatakan, bila Habibie jadi presiden, Prabowo akan diangkat jadi Pangab.
Setelah peristiwa ini, Prabowo berangkat ke luar negeri, dan Habibie melanjutkan tugasnya sebagai presiden RI ke-3 sampai Oktober 1999.
Oh ya, seingat saya, sebelum berangkat ke luar negeri, Prabowo sempat mengikuti acara di Istana Merdeka. Ketika acara presiden bersalaman dengan mereka yang hadir di acara itu, Prabowo yang mengenakan seragam militer memberi hormat kemiliteran.
Yang selalu ada di dalam kenangan saya pada masa pemerintahan presiden RI ke-3 ini adalah penampilan Habibie membawakan lagu “Widuri” di Istana Negara dan dalam sebuah acara di kawasan Ancol Jakarta.
Satu lagi yang saya ingat, dalam suatu pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di lantai empat Wisma Negara pada Agustus 1998.
Ketika itu, saya sebagai wartawan yang sehari-hari meliput acara kepresidenan, menyampaikan usul kepada BJ Habibie untuk menerima bila disapa sebagai "Bung Rudi".
“Terserah Anda, mau panggil apa saya, boleh bapak, mister….,” jawab Habibie saat itu.
Namun seorang pimpinan surat kabar Surabaya tidak setuju dengan usulan saya.
“Di Amerika Serikat saja, presiden dipanggil 'Mister Presiden', masak di Indonesia Cuma dipanggil ,’bung’,“ kata wartawan yang kemudian hari jadi seorang menteri kabinet.
Sumber: nasional.kompas.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid