BIOGRAFI Dr Soepomo, Salah Satu Perumus Pancasila, Ini Sederet Perannya sebelum Tutup Usia di 1958

- Senin, 29 Mei 2023 | 12:09 WIB
BIOGRAFI Dr Soepomo, Salah Satu Perumus Pancasila, Ini Sederet Perannya sebelum Tutup Usia di 1958

Jepang yang awalnya diharapkan sebagai saudara dari Timur yang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan, malah membuat kehidupan rakyat makin terpuruk.

Kebijakan Jepang yang asal-asalan membuat rakyat hidup sengsara dan kelaparan.

Rakyat terus menagih janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia.

Perang Dunia Kedua yang menghimpit Jepang pada 1944, mengkhawatirkan banyak pihak termasuk Soepomo.

Para tokoh pergerakan khawatir Jepang batal memberikan kemerdekaan yang dijanjikan.

Jepang tak bisa berkelit. Untuk melunasi janjinya, mereka membentuk satu badan yang bertugas mempersiapkan dan merancang berdirinya negara yang merdeka dan berdaulat.

Pada 26 April 1945, badan itu, Dokoritsu Zyumbi Coosakai atau Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dibentuk.

Soepomo, bersama Bung Karno, Bung Hatta, AA Maramis, Abdul Wahid Hasyim, dan Moh Yamin direkrut ke dalamnya.

Masing-masing mengemukakan pendapatnya soal pemikiran untuk menjadi dasar negara.

Soepomo, pada 31 Mei 1945, mengajukan lima prinsip.

Kelima prinsip sebagai dasar negara itu adalah persatuan, mufakat dan demokrasi, keadilan sosial, serta kekeluargaan, dan musyawarah.

Soepomo juga menyampaikan konsep negara kesatuan untuk diberlakukan di Indonesia.

Hasil pemikiran para tokoh itu disahkan menjadi Piagam Djakarta pada 22 Juni 1945.

Untuk agenda selanjutnya, perumusan undang-undang dasar, BPUPKI digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Baca juga: DETIK-Detik Proklamasi, Berikut Ini Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI

Menjadi Menteri

Kekalahan Jepang pada Agustus 1945 mendorong Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus.

Keesokan harinya, PPKI menggelar sidang.

Sidang itu menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden.

PPKI juga membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

PPKI dibubarkan dan anggotanya masuk ke KNIP.

Kemudian pada 19 Agustus 1945, Soekarno membentuk kabinet yang terdiri dari 16 menteri.

Soepomo diangkat sebagai Menteri Kehakiman.

Penunjukan itu dilakukan Soekarno karena yakin terhadap kecakapan Soepomo di bidang hukum.

Soepomo menjadi Menteri Kehakiman pertama RI.

Salah satu tugas penting Soepomo yakni merumuskan aturan hukum.

Ia bercita-cita Indonesia bisa punya kodifikasi hukum sendiri alih-alih mengadopsi hukum Belanda.

Kodifikasi hukum ini, seperti keinginan Soepomo, berasal dari hukum adat Indonesia.

Sayangnya, hingga saat ini, hukum yang dibukukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), masih sebagian besar menganut kodifikasi era kolonial Hindia Belanda.

Indonesia Berganti-ganti Bentuk

Di awal kemerdekaannya, bentuk negara serta pemerintahan Indonesia kerap berubah-ubah.

Pada 14 November 1945, Indonesia berubah bentuk dari sistem presidensil menjadi pemisahan kepala negara dengan kepala pemerintahan.

Presiden Soekarno menjadi kepala negara, sementara kepala pemerintahan di tangan Perdana Menteri Sutan Syahrir.

Syahrir merombak kabinet Soekarno dan menggantinya dengan orang-orang politik, kebanyakan dari Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Soepomo yang bukan orang partai pun lengser.

Namun hal itu tak dirisaukannya. Ia paham akan dinamika politik. Soepomo tetap membantu bangsa.

Ketika Ibu Kota Indonesia dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta, Soepomo ikut.

Di sana, ia diminta membantu pendirian lembaga pendudukan tinggi setingkat universitas.

Maka pada 3 Maret 1946, berdirilah Universitas Gadjah Mada (UGM).

Soepomo ditunjuk sebagai guru besar di Fakultas Hukum.

Selain sibuk mengajar di UGM dan Akademi Kepolisian di Magelang, Soepomo juga aktif di kegiatan lain.

Ia diminta menjadi penasihat Menteri Kehakiman.

Soepomo juga ditunjuk sebagai salah satu pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat.

Kemudian pada Desember 1946 sampai Mei 1947, Soepomo diminta menjadi anggota panitia reorganisasi Tentara Republik Indonesia.

Ia diminta menyumbangkan pemikiran terkait rencana pemerintah menyusun kembali struktur organisasi angkatan perangnya.

Kembali Jadi Menteri

Di tengah pergolakan politik dalam negeri, Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang ingin kembali berkuasa.

Soepomo beberapa kali menjadi delegasi antara Indonesia dengan Belanda.

Salah satunya, di perjanjian Renville yang dianggap merugikan Indonesia.

Perjanjian itu mempersempit wilayah Indonesia menjadi hanya Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kemudian saat Belanda menyerang Ibu Kota Yogyakarta atau yang dikenal sebagai Agresi Militer II Belanda pada 1949, Soepomo mengambil peran sebagai delegasi dalam perundingan untuk membela Indonesia.

Puncak perundingan itu, dihasilkan kesepakatan lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus 1949.

Soepomo yang terlibat dalam KMB, dipercaya sebagai Ketua Panitia Konstitusi dan Politik.

Tugasnya mengajukan rancangan konstitusi yang bisa diterima Belanda.

Meski lewat KMB Belanda akhirnya melepas Indonesia, namun Indonesia dipaksa merubah bentuknya menjadi Republik Indonesia Serikat.

Bagi Soepomo, apa yang dihasilkan lewat KMB sudah maksimal kendati banyak hal yang harus direlakan.

Salah satunya, mengganti bentuk negara kesatuan.

Dalam pemerintahan RIS, Soepomo kembali duduk sebagai menteri kehakiman pada 20 Desember 1949.

Tak lama setelah diangkat, yakni pada 19 Mei 1950, Soepomo menggelar pertemuan.

Pertemuan itu untuk mengakomodasi keinginan rakyat mengembalikan bentuk negara ke negara kesatuan.

Aktivitas Hingga Tutup Usia

Setelah lengser sebagai menteri pada September 1950, Soepomo diberi mandat sebagai anggota delegasi RI untuk menghadiri sidang umum PBB di Lake Succes pada 13 November 1950.

Lewat sidang itu, Indonesia dinyatakan sebagai anggota PBB dengan nomor urut 60.

Setelah itu, Soepomo diangkat sebagai Duta Besar RI untuk Belanda.

Tugasnya, membina hubungan antara Indonesia dengan Belanda pasca-KMB.

Setelah Belanda, Soepomo menjadi Duta Besar untuk Inggris dari 1954 hingga 1956.

Di dunia akademik, Soepomo juga diangkat sebagai profesor lalu Presiden Universitas Indonesia.

Di tingkat internasional, Soepomo menjabat Wakil Presiden International Institute of Differing Civilization yang berpusat di Brussel, Belgia.

Ia juga menjadi wakil ketua di International Comission for Scientific and Cultural History of Mankind dan Indonesia Institute for World Affairs.

Jabatan terakhir yang diembannya adalah sebagai anggota Panitia Negara untuk Urusan Konstitusi pada 1958.

Soepomo tutup usia pada 12 Desember 1958 usai bermain tenis di rumahnya di Jalan Diponegoro, Jakarta.

Ia meninggal karena serangan jantung.

Soepomo dimakamkan keesokan harinya di Pemakaman Yosoroto di Jalan Slamet Riyadi, Purwosari, Surakarta.

Sebagai penghargaan, Soepomo diberikan gelar Pahlawan Nasional pada 1965.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Materi Belajar Sekolah, Mengenal Sosok Soepomo, Tokoh Perumus Pancasila dan UUD 1945,�

Sumber: bali.tribunnews.com

Halaman:

Komentar

Terpopuler