Soal pengaruh Jokowi dan relawannya yang masih dalam ruang kendali total beliau, bagi Jokowi apabila Prabowo menang, Jokowi lebih merasa memiliki saham lebih besar ketimbang Ganjar yang terkesan diakusisi atau di-takeover Megawati kepemilikan sahamnya.
Kedua, Presiden Jokowi sedang berupaya all out dan berikhtiar untuk menyatukan Prabowo dan Ganjar sebagai satu paket pasangan capres-cawapres yang “bersanding”, bukan “bertanding” untuk memperbesar probalitas kemenangan.
Meskipun upaya menyatukan pasangan Ganjar-Prabowo itu tampak kian sulit dan makin complicated, namun karena selisih kemenangan masih dalam angka rentang range margin of error. Jokowi bisa saja meyakinkan Prabowo bahwa hanya satu pasang yang akan menjadi presiden-wakil presiden.
Oleh karena itu, jika ingin memenangkan pilpres dan mendapatkan kursi presiden dan wakil presiden dua nama ini (Prabowo dan Ganjar) harus maju dalam satu paket. Terkait siapa yang akan menjadi capres atau cawapres tinggal dirundingkan saja.
Ketiga; konteks pilpres satu putaran. Upaya ini terbilang sangat serius bagi Jokowi dan pendukungnya untuk memastikan dan memperbesar probalitas kemenangan dalam pilpres nanti.
Bentangan emperis Pilkada Jakarta dan pengalaman jam terbang Jokowi dua kali dalam memenangkan pilpres adalah sesuatu yang sangat berharga, dan Pilkada Jakarta adalah kekalahan yang menyakitkan bagi Jokowi dan pendukungnya yang awalnya meremehkan munculnya “Kuda Hitam”- Anies Baswedan.
Jokowi ingin mengupayakan agar kesalahan di Pilkada Jakarta tidak terulang lagi dan pada saat yang sama ingin menunjukkan pengalaman suksesnya memenangkan dua kali pemilihan presiden.
Keempat, mengantisipasi Anies agar tidak masuk putaran kedua. Jika langkah ketiga tidak bisa direalisasasikan dan pilpres diikuti oleh tiga pasang kandidat capres-cawapres, maka dengan angka elektabilitas saat ini akan sulit untuk meraih perolehan suara 50% 1.
Maka, Jokowi ingin memastikan putaran kedua hanya diikuti oleh Prabowo dan Ganjar dan tidak menghendaki Anies masuk putaran kedua.
Namun Jika Anies masuk putaran kedua (ini tentu sangat tidak diharapkan dan tidak diinginkan), Jokowi ingin memastikan siapa pun yang akan berhadapan dengan Anies (Prabowo atau Ganjar) agenda politiknya harus terus “dilanjutkan”.
Kalau kita cermati, pertanyaan yang misteri, apakah Prabowo dan Ganjar akan bertanding berkontestasi atau justru mereka adalah pasangan yang akan bersanding?
Dugaan saya kalau tiga bulan ke depan elektabilitas Prabowo dan Ganjar masih kompetitif dalam rentang range margin of error, tetap stagnan, tidak tampak pertumbuhan elektoral secara signifikan baik terhadap Ganjar maupun Prabowo, maka titik temu yang paling memungkinkan adalah menggabungkan Ganjar dan Prabowo dalam koalisi besar (grand coalition) PDIP-Gerindra.
Dugaan saya, Gerindra dan PDIP bakal berkoalisi mengusung pasangan Ganjar- Prabowo, apa boleh buat, apabila deedlock, tidak ada jalan lain kecuali Jokowi menyatukan secara paksa.
Namun pada akhirnya akan ada tiga poros apabila Prabowo dan Gerindra tetap ngotot maju sebagai capres demi menyelamatkan dan memastikan mesin partai bergerak maksimal.
Bersatunya KIB dan KIR berpotensi membentuk embrio poros ketiga, dan ini juga patut kita syukuri dalam rangka menghindari polarisasi dan keterbelahan akibat dampak rematch pilpres 2014-2019.
(Analis Politik Sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting)
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid