Mengapa Indonesia Targetkan Ekonomi Hijau? Berikut Ulasannya!

- Minggu, 22 Mei 2022 | 11:20 WIB
Mengapa Indonesia Targetkan Ekonomi Hijau? Berikut Ulasannya!

Berdasarkan laporan Green Growth Index (GGI) terbaru, Swedia merupakan negara terbaik yang menerapkan ekonomi hijau. GGI merupakan indeks yang dirilis oleh Global Green Growth Institut untuk mengukur pertumbuhan ekonomi ramah lingkungan negara-negara di dunia.

Mengutip laman resmi Pemerintah Swedia, dijelaskan bahwa Swedia merupakan negara pertama yang mengesahkan undang-undang perlindungan lingkungan sejak 1967. Negara Skandinavia itu mengelola ekonominya secara substansial sembari mengikis emisi karbon dan polusi. Saat ini, lebih dari setengah pasokan energi nasional Swedia berasal dari energi terbarukan.

Di perkotaan, Stockholm yang merupakan Ibu Kota Swedia, telah mengalami perkembangan jumlah populasi yang signifikan. Pada 1950-an kota itu sudah padat penduduk, sementara jutaan orang perlu disuplai dengan air, udara, dan energi bersih.

Di negara berkembang, pembangunan perumahan di hutan dan lahan pertanian kerap jadi solusi untuk masalah tersebut. Namun, Stockhlom justru mendirikan taman nasional di perkotaan untuk melindungi ruang hijau. Ini merupakan yang pertama di dunia.

Contoh lain dari praktik ekonomi hijau adalah menggunakan bahan bakar non fosil yang tak menghasilkan banyak zat karbon. Pada 2030, Swedia menargetkan bebas bahan bakar fosil di sektor transportasi. Lalu, pada 2045, negara itu berharap benar-benar lepas dari penggunaan bahan bakar fosil serta mewujudkan keseimbangan iklim.

Namun, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, kebutuhan pendanaan Indonesia untuk pembangunan rendah karbon mencapai Rp306 triliun. Nilai yang tinggi ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan transformasi ekonomi hijau. Suharso menjelaskan, dari total kebutuhan dana tersebut, idealnya proposi pendanaan dari pemerintah mencapai 24 persen atau sebesar Rp72,2 triliun.

Sementara, sebanyak 76 persen lainnya atau Rp232,56 triliun pendanaannya berasal dari swasta atau filantropi. Sayangnya, pemerintah hanya mampu memenuhi kebutuhan pendanaan untuk pembangunan rendah karbon sebesar Rp23,45 triliun-Rp34,52 triliun. Artinya, terdapat kekurangan pendanaan sekitar 13 persen dari pemerintah.

Sumber: jpnn.com

Halaman:

Komentar