Seperti dilaporkan Al Jazeera, Joe Biden telah memberikan ucapan selamatnya kepada Marcos Jr melalui panggilan telepon. Gedung Putih mengonfirmasi itu pada Kamis (12/5/2022), menggarisbawahi harapan Biden untuk bekerja dengan presiden baru demi memperkuat hubungan dengan Filipina, yang jadi sekutu kesepakatan lama Washington.
Kata Gedung Putih, Biden juga mengatakan bahwa dia ingin 'memperluas kerja sama bilateral' dalam berbagai masalah dengan Filipina. Kerja sama ini termasuk tentang pandemi Covid-19, krisis iklim, pertumbuhan ekonomi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Presiden China Xi Jinping juga berbicara dengan Marcos pada hari Rabu, menurut televisi pemerintah China. Menurut laporan, Xi ingin menekankan bahwa kedua negara telah 'bermitra, baik melalui suka dan duka'.
"Saya sangat mementingkan pengembangan hubungan China-Filipina dan bersedia membangun hubungan kerja yang baik dengan Presiden terpilih Marcos, mempraktikkan kehidupan bertetangga dan persahabatan yang baik," kata Xi.
Filipina sendiri saat ini berada di garis depan ketegangan antara AS dan China. Beberapa analis pun mengatakan bahwa kemenangan Marcos Jr justru menjadi pukulan potensial bagi upaya AS untuk melawan China, saingan strategis utamanya di Pasifik.
Dari hasil penghitungan awal yang hampir selesai, Marcos, yang juga dikenal sebagai 'Bongbong', meraup lebih dari 56 persen suara. Perolehan itu mencapai dua kali lipat dari jumlah suara saingan terdekatnya, Wakil Presiden Leni Robredo yang liberal.
Kemenangan telak Marcos Jr juga telah menimbulkan kekhawatiran atas erosi demokrasi yang lebih lanjut di Filipina.
Perkembangan ini merupakan pembalikan yang mencengangkan dalam nasib keluarga Marcos, yang telah beralih dari istana presiden ke paria dan kembali lagi dalam waktu beberapa dekade.
Kemenangan ini pun terjadi setelah upaya tanpa henti di platform-platform online, yang berusaha melupakan masa lalu yang kelam dari Dinasti Marcos.
Hal ini membuat banyak anak muda Filipina percaya bahwa pemerintahan ayah Bongbong, Marcos Sr dari tahun 1965-1986 adalah era keemasan perdamaian dan kemakmuran.
Namun, pada kenyataannya, diktator itu, yang meninggal di pengasingan pada tahun 1989, membuat Filipina bangkrut dan miskin. Rezimnya yang korup juga dituding telah membunuh, menyiksa hingga memenjarakan puluhan ribu lawan yang menentang pemerintahan.
Sebagaimana dilaporkan Reuters, selama pemerintahan dua dekade Marcos, hampir setengah masa jabatan berada di bawah darurat militer. Selama waktu itu, 70 ribu orang dipenjara, 34 ribu disiksa, dan 3.240 dibunuh, menurut angka dari Amnesty International. Ini menjadi data yang sempat ditanyakan kepada Marcos Jr. dalam wawancara Januari.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid