Melansir laman Palm Oil Indonesia pada Selasa (24/5), Prof. Yanto menyebutkan bahwa asal mula tudingan LSM antisawit tersebut hanya berlandaskan perubahan landscape. Padahal, faktanya terdapat banyak faktor, fenomena, peristiwa, dan kejadian setiap tahunnya yang memengaruhi landscape suatu wilayah. Tudingan tersebut menjadi tidak relevan lagi jika dihubungkan dengan perkebunan sawit.
Untuk menjawab tudingan LSM antisawit tersebut, Prof. Yanto dan tim peneliti melakukan studi tentang status lahan dan tutupan lahan sebelum dijadikan kebun sawit di beberapa provinsi sentra sawit Indonesia, yaitu Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Riau.
Hasil kajian tersebut menggambarkan bahwa status lahan sebelum dijadikan kebun sawit adalah 55 persen merupakan Areal Peruntukan Lain (APL); 37,25 persen perkebunan; dan 4,94 persen ladang pertanian. Dapat dikatakan bahwa sekitar 96,7 persen status awal lahan sebelum dikembangkannya perkebunan sawit ialah Areal Penggunaan Lain (APL), bukan kawasan hutan seperti yang dituduhkan oleh LSM antisawit.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid