Sebuah pengelolaan bisnis yang bertanggung jawab sejalan dengan prinsip-prinsip ESG diyakini dapat berimplikasi positif bukan hanya pada kinerja perusahaan, namun juga masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan beroperasi.
Jalal, pendiri dan Komisaris Perusahaan Sosial WISESA, perusahaan yang operasinya dijalankan dengan menerapkan sejumlah aspek keberlanjutandiharapkan dapat memberikan dampak positif secara finansial.
"ESG itumerupakan langkah keberlanjutan sebuah organisasi atau perusahaan, dengan mengelola isu-isu lingkungan, sosial dan tata kelola yang akan relevan terhadap kinerja finansial perusahaan,” ujar Jalal baru-baru ini kepada media.
Sejauh ini hampir seluruh sektor industri mulai menerapkan operasional yang berkelanjutan dan menaruh perhatian khusus pada isu-isu seputar ESG.
Sebagai salah satu tolok ukurdan salah satu bukti kepedulian serta komitmen dalam menerapkan bisnis dengan berprinsip ESG, banyak perusahaan kini menerbitkan laporan keberlanjutan setiap tahunnya.
Bagi pihak eksternal perusahaan, laporan keberlanjutan ini akan menjadi informasi tindakan perusahaan dalam mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan.
Selain itu dengan menerbitkan laporan keberlanjutan, hal ini turut mendorong reputasi dan kredibilitas perusahaan.
Industri pertambangan, khususnya pertambangan batu bara yang kerap dikritisi sebagai industri yang berkontribusi cukup besar pada tingginya emisi karbon, telah turut serta menerapkan operasional perusahaan yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip ESG.
Industri pertambangan tak bisa dibantah memiliki kontribusi signifikan dalam meningkatkan pendapatan negara bukan pajak, yang pada akhirnya bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada saat Peluncuran SIMBARA dan Penandatanganan MoU Sistem Terintegrasi dari Kegiatan Usaha Hulu Migas, Selasa (08/03/2022) penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) membukukan angka Rp 124,4 triliun di 2021.
Nilai tersebut mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dan merupakan penerimaan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Pencapaian rekor penerimaan negara dari sektor minerba tersebut dipicu oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan, seperti batu bara.
Jalal melanjutkan, operasi pertambangan batu bara di Indonesia jelas memiliki imbas yang sangat signifikan terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Tak hanya baik bagi perekonomian daerah, tapi juga lewat pajak serta keikutsertaan masyarakat dalam ketenagakerjaan.
Terkait penerapan operasional perusahaan secara berkelanjutan yang berdampak pada terbangunnya komitmen perusahaan melakukan transisi energi, Jalal menyoroti pentingnya sebuah justice transition atau transisi berkeadilan bagi industri batu bara di dalam negeri.
"Batu bara memang mau tidak mau harus dikurangi. Tetapi kita perlu menerapkan justice transition atau transisi yang adil karena keadilan antarnegara itu amat berbeda. Pengurangan bahan bakar fosil di negara maju dan negara berkembang seperti Indonesia tidak bisa disamakan kecepatannya. Negara berkembang seperti Indonesia seharusnya memiliki waktu transisi yang lebih lama,” kata Jalal.
Pasalnya, pada periode transisi perlu dicarikan pengganti sumber penghasilan bagi pihak-pihak yang kehilangan sumber ekonominya, khususnya para tenaga kerja yang selama ini menggantungkan mata pencahariannya pada pembangkit listrik tenaga batu bara, serta mereka yang bekerja di sektor pertambangan batu bara.
Justice transition juga terkait dengan nasib masyarakat konsumen, berupa jaminan untuk tetap mendapatkan pasokan listrik.
“Jangan sampai di saat kita mengupayakan transisi energi tapi kemudian justru menjadikan timbulnya disparitas energi. Tiba-tiba banyak orang yang tidak mendapatkan akses listrik karena efek dari transisi tersebut. Itu buruk sekali,” ujar Jalal.
Secara umum, lanjut Jalal, pada masa transisi ini dibutuhkan suatu strategi khusus untuk meminimalkan atau meniadakan dampak buruk yang akan dialami oleh masyarakat yang selama ini bergantung pada industri batu bara, termasuk masyarakat konsumen tenaga listrik yang selama ini mendapatkan pasokan listrik dari pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid