Momentum ini pun seiring dengan posisi Indonesia sebagai pemimpin Presidensi G20 pada 2022. Di mana pengembangan sistem keuangan yang berkelanjutan dengan menyalurkan pembiayaan ke industri hijau atau surat utang hijau akan sangat didorong dan diutamakan. Terlebih Indonesia mempunyai potensi penerbitan surat utang hijau mencapai USD35,12 juta.
"Ini yang kami harapkan dari BUMN dan anak usahanya, tangguh, inovatif, agile, dan berorientasi global. Kami akan terus mendukung kiprah BUMN dan anak usahanya untuk terus berkembang agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional," ucap Tiko menekankan.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, CEO of DIFC Authority Arif Amiri mengatakan DIFC adalah 'rumah' bagi banyak lembaga dan penasihat keuangan terkemuka dunia. Dia menilai hadirnya representative office bank syariah terbesar di Indonesia merupakan kepercayaan besar dalam memperkuat kompetensi komunitas keuangan syariah global di DIFC.
"Hal ini memperkuat kompetensi kami untuk mendukung pertumbuhan pasar keuangan Islam sejalan dengan posisi Dubai sebagai ibukota global ekonomi Islam. Kami merasa terhormat untuk menyambut BSI yang akan membantu memenuhi tuntutan keuangan Islam yang berkembang di Timur Tengah dan Afrika," ujarnya.
Kawasan Timur Tengah menawarkan potensi bisnis yang sangat besar. Pertama, haji dan umrah di mana Indonesia menjadi penyumbang jemaah haji terbesar yang mencapai 221 ribu jemaah per tahun (pada masa pracovid) dengan nilai uang sekitar Rp15,4 triliun.
Kedua, dari sisi perdagangan Indonesia memiliki volume yang signifikan dengan kawasan GCC. Khususnya dengan dua negara ekonomi terbesar di GCC yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yaitu mencapai US$6,87 miliar per tahun atau setara Rp96 triliun (data pada 2020).
Ketiga dari segi diaspora Indonesia, terdapat 1 juta warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di kawasan Timur Tengah. Mengutip data Bank Indonesia pada 2019 di Arab Saudi terdapat 961 ribu orang Indonesia atau terbanyak di Kawasan Timur Tengah. Disusul oleh Uni Emirat Arab sebanyak 45 ribu.
Keempat, Dubai adalah basis investor. Di mana pemerintah Indonesia menerbitkan semua Global Sovereign Sukuk di Nasdaq Dubai. Bahkan sekitar 30% investor Global Sukuk tersebut berasal dari kawasan Timur Tengah.
Kelima adalah investment climate. Pasalnya, negara-negara di kawasan Timur Tengah saat ini sedang menggalakan proyek pembangunan dengan visi beyond oil development. Dengan demikian, semakin banyak negara-negara di Timur Tengah khususnya GCC yang mulai melakukan diversifikasi pembangunan dari oil-based-revenue dengan non-oil based revenue khususnya dari aspek jasa (service based economy) dan karenanya akan semakin investment friendly.
Selain potensi bisnis tersebut, DIFC merupakan financial center yang mature, ramah terhadap investasi serta memiliki kerangka hukum dan regulasi berstandar internasional. DIFC merupakan pusat keuangan terkemuka di Timur Tengah, Afrika, dan Wilayah Asia Selatan (MEASA) dengan cakupan total 72 negara yang kurang lebih memiliki total populasi 3 miliar penduduk dengan nominal PDB US$7,7 triliun.
DIFC pun memiliki rekam jejak selama 15 tahun dalam memfasilitasi arus perdagangan dan investasi di seluruh wilayah MEASA. Hal itu menjadikan Dubai sebagai penghubung dengan pasar Asia, Eropa, dan Amerika.
Dengan visinya mendorong masa depan keuangan, DIFC saat ini memiliki lebih dari 3.292 perusahaan yang terdaftar yang berfokus pada: Banking Services (Investment, Corporate, & Private), Capital Markets (Equity, Debt, Derivatives, & Commodity Trading), Asset management & Fund Registration, Reinsurance, Islamic Finance, serta Back Office Operations.
Sumber: jpnn.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid