Penerapan teknologi CCS dan CCUS, imbuh Nicke, diharapkan akan berperan penting dalam menurunkan gas rumah kaca di atmosfer, yang berkontribusi terhadap pemanasan global, perubahan iklim, pengasaman laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
"Sektor energi memang berkontribusi paling besar terhadap emisi GRK sehingga transisi ke energi berkelanjutan sebagai tantangan paling mendesak yang kita hadapi saat ini," imbuh Nicke.
Nicke menambahkan, saat ini Indonesia memegang Kepresidenan G20 dengan memprioritaskan transisi ke energi berkelanjutan sebagai salah satu isu utama. Seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada KTT G20 di Italia akhir tahun lalu, negara-negara anggota G20 dan para pelaku usaha harus menjadi katalisator pemulihan hijau dan bahu membahu dengan prinsip ketahanan energi, aksesibilitas, dan keterjangkauan.
Pada kesempatan tersebut, President of ExxonMobil Low Carbon Solutions, Joe Blommaert, menegaskan, "Ini adalah langkah maju lainnya bagi kedua perusahaan dan menempatkan Indonesia menjadi CCS Hub potensial untuk Asia Tenggara dan memainkan peran utama dalam mendukung pengurangan emisi dari sektor yang sulit untuk menghilangkan karbon."
Kesepakatan kerja sama Pertamina-ExxonMobil ini akan berlangsung salama 2 tahun. Dalam kerja sama ini juga memungkinkan untuk membangun penyimpanan Pusat CCS/CCUS regional, menemukan area pemulihan minyak dan gas yang ditingkatkan dan pembangkit hidrogen biru.
"Pengembangan teknologi CCS & CCUS sejalan dengan komitmen Pertamina untuk menerapkan Environment, Sustainability, & Governance (ESG) di semua lini bisnis perusahaan untuk mendorong keberlanjutan bisnis di masa depan," tandas Nicke.
Sumber: suara.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid