KPK Sebut Bebasnya Setnov Konsekuensi Hidup Berbangsa, Senang atau tidak Harus Diterima

- Minggu, 17 Agustus 2025 | 23:45 WIB
KPK Sebut Bebasnya Setnov Konsekuensi Hidup Berbangsa, Senang atau tidak Harus Diterima


POLHUKAM.ID -
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menanggapi bebas bersyarat yang diperoleh mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), dalam kasus korupsi e-KTP.

Tanak menegaskan, pemberian bebas bersyarat terhadap Setnov bukan kewenangan KPK. Ia menjelaskan, tugas KPK hanya sebatas melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga mengeksekusi putusan hakim terhadap Setnov.

“Melakukan penindakan hanya sebatas melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Setelah semua tugas tersebut dilaksanakan, selesai sudah tugas KPK,” kata Tanak ketika dihubungi Inilah.com, Minggu (17/8/2025).

Menurut Tanak, pemberian bebas bersyarat menjadi kewenangan Direktorat Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas). Ia menegaskan KPK tidak mencampuri urusan tersebut.

“Untuk urusan yang terkait dengan adanya pemberian bebas bersyarat kepada terpidana, termasuk terpidana Setya Novanto, hal tersebut menjadi ranah tugas dan kewenangan dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. KPK tidak ikut campur dengan hal tersebut,” ujarnya.

Tanak menambahkan, bebas bersyarat Setnov yang bertepatan dengan momentum HUT ke-80 RI, meski menimbulkan polemik karena dinilai hukuman tidak memberikan efek jera, tetap harus diterima.

“Ya itu konsekuensi dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada yang senang dengan kebijakan yang dibuat dan ada juga yang tidak senang. Senang atau tidak senang, kita harus tetap menerima, itulah konsekuensi hidup berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.

Sebelumnya, Setnov dikabarkan sudah bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, pada Sabtu (16/8/2025). Kabar ini dibenarkan oleh Kepala Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali.

“Betul. Pak Setnov bebas bersyarat,” kata Kusnali di Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Ia menjelaskan, pembebasan bersyarat itu diberikan setelah adanya putusan peninjauan kembali (PK). Meski bebas, Setnov tetap dikenakan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas).

“Karena beliau setelah dikabulkan peninjauan kembali, 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. Dihitung dua pertiganya itu dapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” ujarnya.

Sebagai catatan, Setnov merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Pada 2018, ia divonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan ke KPK, subsider 2 tahun penjara. Novanto juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani masa pidana.

Namun, pada Juli 2025, Mahkamah Agung mengabulkan PK Novanto. Hukuman penjara dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. Hakim PK juga mengurangi pidana tambahan, yakni pencabutan hak menduduki jabatan publik dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana berakhir. Putusan PK itu diketok majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.

Sumber: inilah

Komentar