polhukam.id, JAKARTA - Pengacara mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej, atau Eddy Hiariej, membacakan gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eddy mengajukan permohonan pembatalan status tersangkanya. "Mengatakan bahwa keputusan pihak yang dituduh yang menetapkan klien kami sebagai tersangka tanpa prosedur adalah cacat hukum atau melanggar hukum dan harus dinyatakan tidak sah," kata pengacara Eddy, Muhammad Luthfie Hakim, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023).
Eddy meminta agar hakim memerintahkan KPK untuk menghentikan semua tahapan penyidikan. Selain itu, Eddy juga menginginkan agar segala tindakan pemblokiran rekening, larangan bepergian ke luar negeri, penggeledahan, dan penyitaan dianggap tidak sah.
Baca Juga: Rayakan HUT ke-128 BRI: Mengungkap 5 Fakta Unik yang Membuatnya Bank Kuat dan Hebat
Dalam permohonan Eddy yang dibacakan dalam sidang, terdapat 9 poin, berikut rangkasannya:
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon I Prof. Dr. EDWARD OMAR SHARIF HIARIEJ, SH, MHum, Pemohon II YOGI ARIE RUKMANA, dan Pemohon III YOSI ANDIKA MULYADI, SH, untuk seluruhnya.
2. Menyatakan bahwa tindakan pihak yang dituduh menetapkan para pemohon sebagai tersangka tanpa prosedur adalah cacat hukum atau melanggar hukum dan dinyatakan tidak sah.
3. Menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik./147/DIK.00/11/2023 Tanggal 24 November 2023 yang menetapkan Pemohon I Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, MHum sebagai tersangka, Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik./149/DIK.00/11/2023 Tanggal 24 November 2023 yang menetapkan Pemohon II Yogi Arie Rukmana sebagai tersangka, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik./148/DIK.00/11/2023 Tanggal 24 November 2023 yang menetapkan Pemohon III Yosi Andika Mulyadi, SH, sebagai tersangka oleh pihak terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah TIDAK SAH, dan oleh karena itu penetapan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan tidak sah.
Artikel Terkait
OTT KPK Gagalkan Gubernur Riau Kabur, Ini Identitas dan Modus yang Bikin Heboh
BREAKING: KPK Umumkan Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Pagi Ini! Ini Fakta OTT dan Uang Sitaan Rp1 Miliar+
Ustadz Abdul Somad Beri Dukungan Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Ini Pesan Hadistnya
OTT KPK! Harta Fantastis Gubernur Riau Abdul Wahid Tembus Rp4,8 Miliar, Ini Rinciannya