Butet Kartaredjasa, seniman monolog asal Yogyakarta, mendapati dirinya menjadi sorotan setelah dilaporkan ke polisi oleh relawan Projo DIY.
Pelaporan ini terkait dengan pantun yang dibacakannya dalam kampanye capres-cawapres Ganjar-Mahfud bertajuk Hajatan Rakyat di Kulon Progo.
Dalam pantun tersebut, Butet menyampaikan pikiran-pikirannya dengan gaya khasnya.
Namun, pelapor menilai bahwa pantun itu mencakup penghinaan terhadap Presiden Jokowi.
Meskipun dilaporkan ke polisi, Butet tidak terpengaruh dan menyatakan bahwa hal itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945. Dalam pernyataannya, Butet menegaskan bahwa dirinya tidak melihat masalah dalam tindakannya dan menganggapnya sebagai bentuk ekspresi kreatifnya.
Baca Juga: Mayat Bugil Mengapung di Kali Krukut Depok, Polisi Terus Selidiki
Di sisi lain, pihak pelapor menganggap sindiran pantun Butet sebagai upaya penghinaan dan ujaran kebencian, terutama saat Presiden Jokowi disamakan dengan binatang.
2. Analisis Sindiran Pantun dan Kebebasan Berekspresi
Pantun yang dibacakan oleh Butet Kartaredjasa menjadi pusat perhatian karena dianggap mencakup penghinaan terhadap Presiden Jokowi.
Meski Butet menegaskan bahwa itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi, namun banyak yang mempertanyakan batas-batas dari kebebasan tersebut.
Dalam analisis mendalam, perlu dipahami bahwa kebebasan berekspresi seharusnya diiringi oleh tanggung jawab, terutama dalam konteks politik.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: depok.hallo.id
Artikel Terkait
OTT KPK Gagalkan Gubernur Riau Kabur, Ini Identitas dan Modus yang Bikin Heboh
BREAKING: KPK Umumkan Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Pagi Ini! Ini Fakta OTT dan Uang Sitaan Rp1 Miliar+
Ustadz Abdul Somad Beri Dukungan Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Ini Pesan Hadistnya
OTT KPK! Harta Fantastis Gubernur Riau Abdul Wahid Tembus Rp4,8 Miliar, Ini Rinciannya