JAKARTADAILY.ID - Serangan drone yang menargetkan pos militer Amerika Serikat di perbatasan Yordania dan Suriah pada Sabtu malam, 27 Januari 2024, menewaskan tiga prajurit dan melukai 25 personel militer AS.
Serangan itu membuat Senat AS marah dan menuntut Biden untuk melakukan serangan balasan yang lebih keras. Presiden AS Joe Biden mengatakan serangan mematikan itu dilakukan oleh milisi yang didukung oleh Iran. "Kami akan meminta pertanggungjawaban kepada semua pihak yang melakukan serangan itu, pada waktu dan cara yang kami pilih," ujar Joe Biden dilansir dari Reuters.
Mengantisipasi serangan balasan dari Amerika, seorang sumber dari kelompok milisi di Irak mengatakan kepada media asal Qatar Al Araby, bahwa kelompok milisi tersebut telah mengevakuasi posisinya di sepanjang perbatasan Irak dan Suriah. Kata si sumber, setelah serangan tersebut, pesawat pengintai AS mulai intensif bergerak di Irak.
Lanjut di sumber, setelah meninggalkan pos mereka, para pemimpin milisi juga menginstruksikan untuk mengurangi penggunaan telepon seluler karena takut dilacak dan dijadikan sasaran.
Informasi dari sumber tersebut ditegaskan pula oleh Omar Abu Layla, kepala media Deir Ezzor 24 yang tinggal di Eropa. Ia mengatakan para milisi di Suriah timur itu didukung oleh Iran, dan mulai mengevakuasi pos-pos mereka. Kepada Associated Press, Senin, 29 Januari 2024, Omar mengatakan para milisi itu telah meninggalkan benteng pertahanan mereka di Mayadeen dan Boukamal.
Artikel Terkait
Stadion Langit NEOM: Fakta Mencengangkan di Balik Stadion Gantung 350 Meter untuk Piala Dunia 2034
46 Anak Gaza Tewas dalam 12 Jam: Ini Serangan Mematikan Israel Sejak Gencatan Senjata
45 Tewas dalam Serangan Terbaru Israel ke Gaza, Korban Didominasi Perempuan dan Anak-anak
Mantan PNS Filipina Penyingkap Korupsi Ditembak Mati, Pemicu Gelombang Demonstrasi