Jika Ijazah Jokowi Buatan Pasar Pramuka Naik ke Meja Hijau, Rektor UGM Cs Bisa Menjadi Tersangka!
Andai perkara ijazah Joko Widodo benar-benar naik ke meja hijau, maka ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan sekadar menjadi panggung hukum, tapi juga arena yang menguji fondasi moral kepemimpinan nasional.
Nama “Made Pramuka”—tokoh fiktif yang mungkin hanya metafora dari kompleksitas absurditas kasus ini—bisa jadi akan duduk di kursi saksi, atau bahkan terdakwa, bersama para tokoh nyata yang selama ini diam dalam bayang-bayang kekuasaan.
Jokowi bukan sekadar Presiden. Ia adalah simbol dari kepercayaan publik.
Dan jika simbol itu dibangun di atas fondasi kebohongan, sebagaimana dugaan pemalsuan ijazah, maka yang kita hadapi bukan lagi sekadar skandal hukum, melainkan tragedi nasional yang berubah rupa menjadi komedi hitam republik.
Jika perkara ini terbukti dan benar-benar disidangkan, maka tanggung jawab tidak bisa ditumpukan hanya kepada Jokowi.
Nama mantan Rektor Universitas Gadjah Mada yang juga pernah menjabat Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, akan turut terseret.
Sebab, andai ijazah itu memang palsu, bagaimana mungkin seorang rektor, pejabat akademik tertinggi tidak mengetahuinya?
Di sinilah masalah menjadi sistemik. Kebohongan sebesar ini takkan bisa bertahan tanpa keterlibatan banyak pihak.
Mulai dari rektor pengganti, dekan Fakultas Kehutanan, staf tata usaha, hingga siapa pun yang membubuhkan tanda tangan, cap, atau sekadar menutup mata.
Dalam terminologi hukum pidana, ini disebut persekongkolan jahat.
Lingkaran kekuasaan pun tak luput. Dalam situasi tertentu, aparatur negara justru bisa menjadi pelindung kebohongan, bukan penegak kebenaran. Kekuasaan menjadi pedoman moral menggantikan nurani.
Aparat penegak hukum yang seharusnya membongkar kebenaran, bisa bertransformasi menjadi perisai, karena yang mereka hadapi bukan sekadar warga negara, tapi Presiden Republik Indonesia.
Dampaknya sistemik. Negara ini retak dari dalam. Seorang pemimpin yang lahir dari pemalsuan identitas akademik, bagaimana mungkin mampu membangun etika profesional yang sehat?
Ia akan terus diburu oleh kebohongannya sendiri, dan seperti bola salju, kebohongan itu akan membesar.
Untuk menutupinya, lahirlah rekayasa baru: pembungkaman, manipulasi dokumen, tekanan politik.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur