Alamak! Ketua KPUD Surakarta Ungkap Tak Ada Verifikasi Ijazah Jokowi Saat Pendaftaran Pilkada

- Minggu, 20 Juli 2025 | 15:25 WIB
Alamak! Ketua KPUD Surakarta Ungkap Tak Ada Verifikasi Ijazah Jokowi Saat Pendaftaran Pilkada

POLHUKAM.ID - Pakar Digital Forensik Dr. Rismon Hasiholan Sianipar kemarin mendatangi KPUD SOLO/SURAKARTA.


RISMON INGIN MEMVERIFIKASI/MENGKONFIRMASI.


APAKAH BENAR IJAZAH JOKO WIDODO SAAT MAJU SEBAGAI CALON WALI KOTA SOLO 2005 GELARNYA INSINYUR (Ir) ATAU DOKTORANDUS (Drs).


KETUA KPUD SOLO YUSTINUS ARYA: IJAZAH S1 JOKOWI TIDAK DIVERIFIKASI UGM SAAT CAWALKOT 2005.


Sidang pleno KPUD Surakarta 2005 memutuskan sah tanpa adanya Berita Acara Verifikasi dengan UGM!


SIMAK SELENGKAPNYA tayangan youtube Balige Academy.


*JOKOWI KALI INI SALAH PILIH LAWAN. RISMON BUKAN GUS NUR ATAU BAMBANG TRI. BUKAN PULA ROY SURYO ATAU DOKTER TIFA. 


RISMON INI BATAK KRISTEN. TIDAK BISA DILABELI FPI ATAU HTI.


SEMANGAT DAN KENEKATAN RISMON JUGA TAK PERNAH SURUT. IJAZAH JOKOWI AKAN TERUS DIKEJAR SAMPAI UJUNG DUNIA SEKALIPUN.*


👇👇


[VIDEO



Eks Ketua KPUD Solo 'Akui' Jokowi Gunakan Dua Gelar Saat Daftar Pilkada



POLHUKAM.ID - Mantan Ketua KPUD Solo, Eko Sulistyo, mengungkap fakta mengejutkan terkait dokumen pencalonan Joko Widodo saat maju dalam Pilkada Kota Surakarta (Solo) tahun 2005. 


Menurut Eko, saat itu Jokowi mendaftar sebagai calon walikota dengan menyematkan dua gelar akademik sekaligus: Drs. dan Ir.


Namun yang menjadi pertanyaan publik adalah—data tersebut kini sudah tidak lagi ditemukan di KPUD Solo. 


Keberadaan dokumen yang tak dapat ditelusuri itu menimbulkan kecurigaan, terlebih karena tidak pernah dilakukan verifikasi formal ke Universitas Gadjah Mada (UGM), SMA Negeri 6 Solo, atau institusi pendidikan lainnya.


Politikus senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, menyebut hilangnya data tersebut sebagai indikasi kuat bahwa dokumen akademik Jokowi bermasalah. 


“Kalau memang datanya valid, kenapa bisa hilang? Ini makin memperjelas dugaan bahwa ijazah Jokowi adalah produk dari pasar Pramuka,” ujarnya tajam, merujuk pada pasar yang kerap dikaitkan dengan praktik pemalsuan dokumen, Jumat (27/6/2025).


Beathor juga menyampaikan bahwa tim DKI Jakarta, yang dulu sempat memverifikasi rekam jejak Jokowi saat hendak maju sebagai Gubernur DKI, juga mengalami kesulitan serupa. 


“Saat itu tim dari DKI, termasuk Denni Iskandar, sering bertemu langsung dengan Jokowi untuk menanyakan dokumen. Bahkan saat itu mereka mendengar langsung pernyataan dari tim Jokowi sendiri yang mengatakan, ‘Kami tidak punya dokumen’,” beber Beathor.


Pernyataan ini menguatkan dugaan adanya kejanggalan serius dalam proses administrasi pencalonan Jokowi sejak awal karier politiknya di Solo. 


Publik kini mendesak agar KPUD dan institusi terkait memberikan klarifikasi dan membuka kembali arsip-arsip lama guna memastikan integritas proses demokrasi.


Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Jokowi maupun dari KPUD Solo.


👇👇



Penjelasan Prasetyo Edi Justru Perkuat Dugaan, Ini Bukan Sekadar Gaduh Ijazah Bodong Jokowi


Politikus senior PDIP sekaligus pendiri Relawan Perjuangan Demokrasi (RepDem), Beathor Suryadi, kembali menyampaikan sikap kritisnya terkait polemik dugaan ijazah palsu yang menyeret perhatian publik. 


Menurut Beathor, pernyataan terbaru dari tokoh PDIP lainnya, Prasetyo Edi Marsudi, justru memperkuat dugaan dan membuka lebih banyak nama yang belum sempat ia sebut sebelumnya.


“Terima kasih Mas Prasetyo Edi Marsudi telah memperkuat posisi penjelasan yang aku sampaikan,” ujar Beathor dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).


Beathor mengungkap bahwa dalam setiap tahapan pencalonan, dokumen yang diserahkan ke KPUD pasti berupa salinan legalisir dengan stempel basah. 


Ia menyindir dengan mengatakan, “Kalau dari Pramuka, stempelnya bisa jadi lebih basah dari Solo.”


Ia juga menyoroti proses verifikasi KPUD yang dinilainya tidak berjalan maksimal. 


“Karena tidak ada berita acara dari UGM saat diverifikasi, maka dokumen itu akan jelas terlihat: asli atau palsu,” tegasnya.


Lebih jauh, Beathor menyebut bahwa munculnya pengakuan dari seseorang yang mengklaim sebagai profesor dari “Universitas Pojok Pramuka” terkait dokumen tersebut justru memperkeruh keadaan. 


Halaman:

Komentar