POLHUKAM.ID - Gelombang percakapan panas tengah melanda kawasan Pantura, khususnya di Tegal, Pekalongan, Demak, Pati, dan Rembang.
Penyebabnya adalah beredarnya pesan provokatif yang menyebut “Habib setan desa dan setan kota perlu diganyang”, yang dikaitkan dengan simpatisan Perjuangan Walisongo Indonesia – Laskar Sabilillah (PWI-LS).
Pesan tersebut menyebar cepat melalui grup-grup WhatsApp dan media sosial, memantik keresahan di tengah masyarakat.
Menurut pantauan, pesan tersebut mulai beredar sejak akhir pekan lalu di beberapa grup WhatsApp komunitas lokal.
Bentuknya beragam — mulai dari teks singkat, gambar dengan tulisan provokatif, hingga rekaman suara yang mengulang kalimat serupa.
Dalam beberapa unggahan, identitas pengirim dikaitkan dengan PWI-LS, meski tanpa ada tanda bukti resmi bahwa itu berasal dari struktur organisasi.
Seorang tokoh masyarakat di Pekalongan yang meminta namanya disamarkan mengatakan, pesan itu mulai ramai dibicarakan setelah di-forward berkali-kali dari satu grup ke grup lain.
“Awalnya cuma muncul di grup kecil, tapi karena kalimatnya keras dan menyebut ‘habib’, langsung bikin heboh. Orang jadi saling kirim, saling tanya ini siapa yang ngomong,” ujarnya.
Perjuangan Walisongo Indonesia – Laskar Sabilillah dikenal sebagai organisasi yang mengklaim mengusung misi pelestarian sejarah Walisongo dan menjaga marwah tradisi keagamaan tertentu.
Mereka memiliki beberapa Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang aktif, salah satunya di Demak, dan kerap menggelar deklarasi serta pelantikan pengurus.
Namun, di luar kegiatan resmi, nama PWI-LS pernah mencuat di media sosial karena pernyataan tegas bahkan kontroversial yang dinilai konfrontatif oleh sebagian pihak.
Beberapa simpatisannya dikenal lantang di forum-forum publik, termasuk di dunia maya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pusat PWI-LS yang mengonfirmasi atau membantah bahwa pesan “habib setan desa dan setan kota perlu diganyang” merupakan arahan organisasi.
Sejumlah pengurus daerah juga belum memberikan tanggapan publik.
Seorang pengamat sosial media di Semarang menilai, perlu hati-hati membedakan antara pernyataan individu simpatisan dengan sikap resmi organisasi.
“Kalimat ini bisa saja ucapan spontan anggota atau simpatisan, tapi ketika dia mengatasnamakan kelompok, publik bisa langsung menganggap ini sikap organisasi. Itu berbahaya,” jelasnya.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur