Roti Tuna dan Jenazah Munir: Sepenggal Ingatan Sri Rusminingtyas Dari Belanda

- Minggu, 07 September 2025 | 21:10 WIB
Roti Tuna dan Jenazah Munir: Sepenggal Ingatan Sri Rusminingtyas Dari Belanda

Sri mulai panik. Ia berusaha menahan tangis sambal mencari kantor Garuda yang ia tak tahu di mana letaknya. Kemudian dia pun menuju information desk. 


Kepada petugas informasi itu, Sri mengaku orang yang menjemput Munir. Dia hendak memastikan kebenaran bahwa Munir meninggal di pesawat.


Sri kemudian diarahkan untuk bertemu tiga pria. Tidak berlangsung lama, tiga orang itu menghampirinya.


Satu orang mengenakan jas dan 2 lainnya berseragam polisi warna biru. Seorang yang mengenakan jas hitam bertanya kepada Sri. 


“Kamu menjemput Munir?” kata Sri menirukan pertanyaan pria yang memperkenalkan diri sebagai Wim van Brookhoven dari Luchthaven pastoraat.


Sri mengiyakan pertanyaan Brookhoven. Namun, Sri bilang bukan merupakan keluarga Munir, hanya kerabat yang diminta untuk menjemputnya. Sri kemudian memastikan rumor bahwa Munir meninggal dunia. 


“Iya meninggal,” kata Sri menirukan jawaban dari Brookhoven.


Sri menangis histeris. Dia kemudian mendapatkan pelukan dari Brookhoven. 


Setelah membaik, dua pria dengan seragam polisi mengajak Sri ke lantai atas bandara yang merupakan kantornya.


Di ruangan itu, Sri diberi minum. Dia berusaha menenangkan diri. Setelah itu, Sri diwawancarai polisi dan diminta memperlihatkan identitasnya. 


Kemudian, Ia ditanya hubungannya dengan Munir. Kepada mereka, Sri bilang Munir merupakan aktivis hak asasi manusia. Munir pernah diteror, diancam, bahkan rumah kedua orang tua Munir pernah ditemukan Bom.


Polisi itu bertanya kepada Sri, “Apakah kematian Munir karena kegiatannya di Indonesia?” kata Sri menirukan ucapan polisi itu.


Sri menjawab bahwa dugaanya Munir dibunuh karena aktivitasnya itu.


Setelah itu, polisi itu menghubungi unit kepolisian khusus Belanda Korps Marechaussee te Voet atau Marsose Belanda


Sambil menunggu, Sri kemudian menghubungi Poengky untuk menjelaskan informasi yang dia dapatkan.


Tidak berlangsung lama, Sri dihubungi suaminya, Leo. Leo berpikir Sri dan Munir sedang berada di Utrecht. 


Namun, Sri berkata Munir meninggal dunia di pesawat. Leo yang kala itu sedang bekerja lalu langsung datang menjemput Sri di Bandara.


Dua petugas Marsose kemudian datang menghampiri Sri. Petugas itu memastikan apakah Munir memiliki masalah Kesehatan. 


Namun, Sri bilang Munir tidak mungkin sakit. Dia menduga Munir meninggal karena kegiatannya sebagai aktivis hak asasi manusia.


Petugas Marsose lalu meminta Sri mengidentifikasi jenazah Munir di mortuarium bandara Schiphol. Kala itu Leo sudah datang. 


Petugas Marsose meminta Leo untuk lebih dahulu melihat jenazah Munir. Marsose takut bila Sri lebih dahulu masuk akan langsung histeris. Sri mengiyakan.


Leo sebetulnya tidak terlalu mengenal Munir. Tapi satu hari sebelum peristiwa itu, Sri dan Leo sempat melihat foto pernikahan mereka yang dihadiri Munir. Sri bilang Leo memperhatikan betul wajah Munir.


Leo lalu masuk ke dalam mortuarium. Marsose lalu memanggil Sri. Posisi jenazah Munir berada di sisi kiri ruangan. 


Sri tidak berani melihat jenazah itu. Dia hanya melihat muka Leo. Sri kala itu masih ingin Leo menggeleng kepala, bukan mengangguk. Ternyata, ketika masuk, Leo mengangguk. 


“Benar itu jenzah Munir. Langsung saya histeris,” kata dia.


Setelah itu, Marsose bilang akan melakukan autopsi. Mereka juga akan meminta izin ke pihak keluarga. 


Permintaan izin keluarga sebetulnya hanya formalitas. Sebab, ada atau tidak ada izin, Marsose tetap akan melakukan autopsi. 


“Sebab, autopsi untuk mengungkapkan kebenaran,” kata Sri.


Sri lalu menghubungi Poengky. Kepada Sri, Poengky bilang Suciwati setuju melakukan autopsi. 


Marsose kemudian meminta keluarga untuk datang menjemput jenazah. Pada 9 September 2004, Sri menjemput Suciwati, Poengky, Usman Hamid, dan Uchok


Dari situ, Marsose memperlihatkan jenazah Munir ke keluarga. Setelah itu, Marsose melakukan wawancara dengan Suciwati dan kerabatnya.


Jenazah Munir diautopsi oleh Netherlands Forensic Institute (NFI). Pada12 November 2004 NFI mengeluarkan hasil autopsi yang mengejutkan. 


Munir tewas akibat reaksi racun arsenik dalam lambungnya. Dengan kata lain, besar kemungkinan bahwa Munir meninggal akibat diracun oleh seseorang.


Sumber: Tempo

Halaman:

Komentar

Terpopuler