Solusi Indonesia Hanya Dua: Makzulkan Gibran dan Adili Jokowi!

- Selasa, 09 September 2025 | 17:50 WIB
Solusi Indonesia Hanya Dua: Makzulkan Gibran dan Adili Jokowi!


Presiden ke-7 RI Joko Widodo dianggap sebagai sumber kerusakan bangsa. Dengan demikian tuntutan untuk mengadili Jokowi menjadi hal yang utama dalam memperbaiki kondisi. 


Demikian disampaikan wartawan senior sekaligus Pengamat Politik Selamat Ginting dalam diskusi yang digelar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).


“Salah satu yang harus dituntut adalah mantan Presiden Jokowi, karena itu sumber masalah, ya harus diadili,” kata Selamat dikutip redaksi dalam YouTube Refly Harun, Minggu, 7 September 2025.


Ia mencontohkan Korea Selatan yang usia kemerdekaannya sama dengan Indonesia bisa mengadili mantan presidennya.


“Korea Selatan itu, diadili sejumlah ada sekitar 4 atau 5 mantan presiden. Dan berani, kembalikan harta kekayaan, kembalikan kebijakan-kebijakan yang salah. Dikembalikan ke mana? Kau (mantan presiden) harus bertanggung jawab,” tegasnya.


Lanjut Selamat, mengadili Jokowi menjadi kunci untuk memperbaiki budaya dan arah kemudi bangsa yang keliru di era saat ini.  


“Kalau kita menggunakan istilah mikul duwur mendem jero, semuanya akan berbalik. Saya kira kita harus melihat budaya-budaya yang keliru di dalam mengadili pemimpin. Itu harusnya transparan. Jadi salah satu kuncinya adalah adili Jokowi,” tegasnya lagi.


Masalah lain yang dihadapi Indonesia, sambung Selamat ialah adanya ular kepala dua. 


Hal tersebut mengarah pada kaki tangan Jokowi yang berada pada struktur pemerintahan.


“Menurut saya, kita sedang menghadapi yang namanya ular berkepala dua. Kita tidak bisa lagi memegang buntutnya, karena buntutnya juga jadi kepala. Nah, ular berkepala dua dalam peribahasa adalah orang-orang yang munafik, orang-orang yang penuh kepura-puraan. Karena itu, ular berkepala dua ini memang harus dipenggal, (caranya) adili Jokowi,” pungkasnya.


Refleksi Korlabi: Jokowi Bukan Role Model, Justru Merusak Moralitas Pejabat Publik!


Terhadap sepak terjang maupun hasil dan dampak pencapaian kepemimpinan Jokowi, maka Koordinator Pelaporan Bela Islam (KORLABI) akan berada pada sisi objektif dalam makna netral, karena latar belakang rekam jejak dirinya saat berkuasa, 'cenderung' hasilnya dominan negatif daripada positif, maka demi tercapainya tujuan dan fungsi hukum Korlabi berkesiapan memberikan dukungan moril dalam bentuk fisik (tenaga) kepada kelompok masyarakat yang menginginkan Jokowi diproses hukum untuk diadili di meja hijau karena berbagai bukti hukum.


Selain perilaku Jokowi yang “abnormal” dalam perspektif pemimpin jatidiri, Jokowi pun gagal dalam mengelola negara, Jokowi banyak menghambur hamburkan uang negara saat menjadi Presiden RI ke 7, sehingga 'Jokowi effect' atau dampak kepemimpinan Jokowi memberikan beban kepada negara dan rakyat Indonesia serta berkepanjangan.


Jokowi, sesuai data empiris sejak berkuasa hingga kini masih hobi berbohong, bahkan kontemporer Jokowi ditengarai tengah berupaya memperalat oknum aparat untuk mengkriminalisasi para aktivis yang menginginkan dirinya tunduk kepada hukum dengan pola transparansi, lalu meminta maaf andai benar ijazah S1 nya palsu.


Jokowi sampai saat ini tampak ngotot untuk mempertahankan anaknya Gibran sebagai pejabat publik penyelenggara negara (wapres) walaupun tak berkualitas selain pendidikannya "tidak jelas" disertai sejarah hukum terkait usianya yang belum cukup, namun Ia beri jalan melalui adik Iparnya Anwar Usman untuk mengacak sistem hukum melalui pola "pembiaran" sehingga menjadi bakal cawapres di 2024 dan terhadap hal nepotisme ini KORLABI dkk sudah melaporkan Anwar Usman melalui Dumas RESKRIMUM Polda Metro Jaya pada November 2023.


Refleksi selainnya dari pola kepemimpinan Jokowi dibidang pembangunan ekonomi;


1. Projek IKN gagal

2. Bandara Kerta Jati gagal fungsi

3. Sirkuit Mandalika Lombok rusak. 

Dan masih banyak lagi proyek lainnya yang juga gagal


Jokowi diduga kuat 'memperdaya' bangsa ini tentang biografinya atau asal usul keluarganya, selain itu selain banyak menumpuk debu kepada rakyat bangsa Indonesia, Jokowi juga banyak menimbun hutang.


Jokowi tidak serius melakukan korupsi, justru anak dan menantunya seperti beberapa laporan di KPK.


Sehingga kasat mata Jokowi tidak menghalangi perilaku KKN pejabat publik di kabinetnya, malah seolah-olah menyuburkan KKN.


Jokowi telah melakukan pembiaran (disobedient) atau tidak ditegakannya hukum dengan pola tidak diperintahkan dilakukannya diagnosis medis melalui laboratorium forensik kriminal kematian 854 orang petugas KPPS pada tahun 2019 dan membiaran tidak menyelesaikannya penyelidikan tentang keterlibatan aparatur atau para oknum pelaku korban tragedi pembunuhan di Tol KM 50 Cikampek tahun 2020


Untuk itu 'andai'ada pihak masyarakat yang ingin agar Jokowi-Gibran diadili dengan "alat bukti yang cukup", Korlabi siap menjadi relawan, membantu pihak yang berwenang secara objektif hingga tuntas.


Disimpulkan oleh Korlabi, dari deskripsi perjalananan kepemimpinan Jokowi selama 1 (satu) dekade 90 persen lebih tidak berkualitas atau gagal total, selain akibat karakteristik kepribadiannya yang buruk, sehingga hasil kepemimpinannya serba minus di semua sektor, baik dari sisi ekonomi, penegakan hukum dan politik, maka alhasil sepeninggal kekuasaannya "mayoritas adab atau moralitas" pejabat publik menjadi bobrok. 


Karena karakter Jokowi bukan panutan melainkan melulu bertolak belakang dari sistem pemerintahan yang baik (good governance). ***

Halaman:

Komentar

Terpopuler