POLHUKAM.ID - Politisi Ferdinand Hutahean menilai Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terlalu liberal. Untuk Indonesia yang dianggapnya sosialis.
“Tabrak sana tabrak sini. Pemikirannya terlalu liberal untuk bangsa yang lebih sosialis,” kata Ferdinand dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (20/9/2025).
Menurutnya, akan ada guncangan ekonomi besar. Paling lama enam bulan ke depan.
“Prediksi saya, di bawah Purbaya paling lama 6 bulan Kedepan akan ada keguncangan ekonomi skala besar,” ucapnya.
Hal itu diungkapkan Ferdinand menanggapi pernyataan Purbaya. Soal pemerintah yang akan menekan subsidi listrik tanpa membebani masyarakat dengan kenaikan tarif.
Dikutip Antara, Purbaya, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat malam, menyebut salah satu upaya yang dibahas adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) serta pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) lain yang lebih efisien.
“Waktu di Hambalang kemarin, ada diskusi tentang program pengurangan subsidi listrik dengan penggunaan PLTS Surya. Tapi harganya masih agak tinggi. Sekarang sedang dicari teknologi baru supaya harga produksinya mendekati harga murah sekarang, sehingga subsidi bisa mengecil atau hilang,” ujarnya seusai rapat dengan Presiden.
Ia menekankan bahwa pengurangan subsidi listrik dari pemerintah jangan sampai berujung pada kenaikan tarif listrik masyarakat.
“Tujuannya itu. Kalau subsidi berkurang, bukan dinaikkan harganya, tapi dicari sumber listrik yang biayanya murah,” katanya sembari menepis anggapan pemerintah sengaja memancing isu kenaikan tarif.
Meski begitu, Purbaya mengakui prosesnya tidak bisa instan.
Pemerintah akan menghitung kebutuhan investasi awal untuk memastikan teknologi PLTS dan produksi baterai maupun panel surya dalam negeri benar-benar efisien.
“Maunya subsidi itu hilang semua, tapi nggak segampang itu. Saya sudah lihat desain PLTS yang menjanjikan, tapi hitungannya belum selesai. Masih harus dikerjakan lagi,” katanya.
Tompi Semprot Menkeu Purbaya: Udah Guyur Rp200 T, Kok Bunga Pinjaman Masih Tinggi?
Penyanyi yang juga berprofesi sebagai dokter, Teuku Adifitrian alias Tompi, ikut merespons penempatan dana jumbo Rp200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk.
Tompi menyemprot Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Ia menilai meski dana besar sudah dikucurkan, bunga pinjaman di bank justru masih belum mengalami perubahan berarti.
“Udah diguyur Rp200 T, tapi bunga pinjaman masih tinggi aja. Nyaris gak gerak dari bunga lama,” ujar Tompi di X @dr_tompi (20/9/2025).
Tompi juga menyinggung Menteri Keuangan, seraya mengingatkan bahwa tujuan penempatan dana itu adalah untuk mendorong roda perekonomian, bukan sekadar tersimpan di bank tanpa manfaat.
“Gimana nih pak Menkeu? Kalau masih tinggi begini, dana itu akan ngendap aja ntar di bank," Tompi menuturkan.
"Bukankah niatnya menggerakkan ekonomi?” tandasnya.
Sebelumnya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut, kebijakan tersebut sulit mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Permasalahan utama kita saat ini bukan kekurangan likuiditas,” ujar Anthony, Minggu (14/9/2025).
Dikatakan Anthony, kondisi perbankan justru sebaliknya. Likuiditas di dalam negeri masih sangat longgar.
Ia menunjuk indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan yang berada di kisaran 86 hingga 88 persen.
“Angka itu artinya dana pihak ketiga lebih besar dibanding penyaluran kredit,” jelasnya.
Tak hanya itu, Anthony juga menyoroti penempatan dana perbankan pada instrumen negara.
"Dana perbankan yang ditempatkan di SBN dan SRBI mendekati Rp1.900 triliun,” ungkapnya.
Fakta itu, kata Anthony, menegaskan bahwa likuiditas perbankan nasional justru berlebih.
“Jadi masalah kita bukan di likuiditas, tapi di penyerapan kredit ke sektor riil,” tandasnya.
Selain itu, ia menilai pemindahan Rp200 triliun ke bank BUMN tidak bisa disebut sebagai kebijakan ekspansif.
“Itu bukan stimulus fiskal maupun moneter,” katanya.
Anthony menegaskan, stimulus fiskal sejatinya hanya bisa dilakukan lewat dua cara, pengurangan pajak atau peningkatan belanja negara.
“Bukan dengan memindahkan dana dari BI ke bank negara,” tambahnya.
Karena itu, ia meragukan efektivitas gebrakan Purbaya.
Menurut perhitungannya, gebrakan ini tidak mampu meningkatkan likuiditas perbankan maupun mempercepat pertumbuhan kredit.
Kalaupun ada dampak, kata Anthony, hanya akan terbatas pada program khusus yang sudah ada sebelumnya.
Ia mencontohkan program Koperasi Merah Putih, yang justru sudah dirancang oleh Sri Mulyani lewat PMK No. 63 Tahun 2025.
Lebih jauh, Anthony memberi masukan agar dana SAL digunakan secara lebih bijak.
“Lebih baik dipakai untuk membiayai defisit anggaran. Pemanfaatan SAL bisa mengurangi kebutuhan pembiayaan melalui utang sekaligus menurunkan beban bunga APBN,” kuncinya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Keracunan MBG Disorot Media Internasional, ABC Sebut 4000 Siswa Jadi Korban
Menteri Keuangan Purbaya: Kalau Sama Asing Agak Sebel Gue
Viral Mau Rampok Uang Negara, Harta Anggota DPRD Gorontalo Ini Ternyata Minus Rp2 Juta
Menkeu Purbaya Kritik Tarif Tinggi Cukai Rokok