Tunjangan Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Tak Masuk Akal, Ernest Prakasa: Lawan!

- Kamis, 02 Oktober 2025 | 22:35 WIB
Tunjangan Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Tak Masuk Akal, Ernest Prakasa: Lawan!


POLHUKAM.ID -
Aturan tunjangan pensiun seumur hidup anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mendapat sorotan seorang komika, Ernest Prakasa.

Sebelumnya Ernest, gugatan terhadap aturan tersebut diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh dua warga, yakni Lita Gading dan Syamsul Jahidin pada 30 September 2025.

Gugatan dengan permohonan uji materiil resmi terdaftar ke MK dengan nomor 176/PUU-XXIII/2025, sebagaimana tercantum di laman resmi MK pada Rabu (1/10/2025).

Dalam permohonannya, kedua penggugat meminta MK menguji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi Negara, serta Bekas Pimpinan dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Fokus uji materi berada pada Pasal 1 huruf A dan F, serta Pasal 12.

Pemohon menilai, Pasal 1 huruf A membuka celah bagi anggota DPR yang hanya menjabat selama lima tahun untuk tetap memperoleh pensiun seumur hidup, bahkan dapat diwariskan.

Mereka juga menyoroti besarnya beban APBN untuk membiayai pensiun DPR, yang disebut mencapai Rp226.015.434.000.

Adapun Ernest dalam unggahan di Instagram pribadinya @ernestprakasa pada Kamis (2/10/2025), turut membagikan tangkapan layar isi sebuah berita gugatan dua warga ke MK untuk uji materil aturan pensiunan DPR.

Tak hanya itu, sutradara film Cek Toko Sebelah juga membubuhkan keterangan pada unggahannya.

Isinya menyorot tunjangan pensiun anggota DPR yang menurutnya tak masuk akal.

"Sungguh tidak masuk akal ada jabatan 5 tahun yang uang pensiunnya seumur hidup bahkan bisa diwariskan. Lawan!" tulis Ernest.

Hingga Kamis malam, unggahan Ernest telah disukai lebih dari 10.600 akun dan mendapat 300 lebih komentar.

Lita Gading dan Syamsul Jahidin


Di balik perkara nomor 176/PUU-XXIII/2025 yang diajukan pada 30 September 2025, berdiri dua figur, yakni psikolog senior dr. Lita Linggayani Gading dan pengacara konstitusional Syamsul Jahidin. 

Kolaborasi mereka menargetkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Asas-asas Pemerintahan yang Baik, menyoroti ketidakadilan sistem yang memberikan hak istimewa kepada elite politik sambil merugikan rakyat biasa.

Lita Linggayani Gading, yang akrab disapa dr. Lita Gading, lahir di Jakarta pada 10 September 1975.

Sebagai psikolog berpengalaman lebih dari dua dekade, ia dikenal sebagai praktisi klinis yang vokal dalam isu kesehatan jiwa dan sosial.

Pendidikannya yang solid di bidang psikologi menjadikannya narasumber andalan di media massa, termasuk komentarnya pada Mei 2024 tentang kasus kesurupan saksi pembunuhan Vina Cirebon yang menyoroti aspek kejiwaan.

Lita juga sempat menjadi sorotan pada Juli 2025 ketika dilaporkan ke polisi oleh musisi Ahmad Dhani atas tuduhan perundungan anak—kasus yang masih bergulir.

Di luar klinik, ia menjajal dunia hiburan sebagai artis televisi, membahas topik trauma dan gangguan mental yang sering terabaikan.

"Keadilan sosial dimulai dari pemahaman hak dan kewajiban yang adil," ujarnya dalam sebuah wawancara.

Sosok Syamsul Jahidin


Bersama Lita, Syamsul Jahidin membawa kekuatan hukum ke gugatan ini. 

Pria asal Pontianak ini adalah pengacara konstitusional dan managing partner di ANF Law Firm (terdaftar AHU-0000456-AH.01.22 Tahun 2022).

Saat ini, Syamsul sedang menempuh doktor (Dr. cand.) di Universitas 17 Agustus 1945 (UTA'45), setelah gelar S.I.Kom, S.H, magister hukum militer, dan komunikasi di STHM.

Sertifikasinya mencakup M.M, CIRP, CCSMS, CCA, dan C.Med, menjadikannya ahli di litigasi, kepailitan, mediasi, serta advokasi konstitusional.

Sebagai dosen hukum dan anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN), ia aktif berbagi ilmu melalui Instagram @syamsul_jahidin, di mana ia membahas kasus-kasus kompleks dan ekspansi firma hukumnya.

"Hukum adalah alat untuk keadilan sosial," tulisnya dalam salah satu postingan, yang kini menjadi mantra bagi ribuan pengikutnya.

Gugatan ini lahir dari frustrasi bersama atas tunjangan pensiun DPR yang dianggap tak proporsional.

Yang Digugat


Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, mantan anggota DPR yang menjabat hanya satu periode (lima tahun) berhak atas 60 persen gaji pokok seumur hidup, plus tunjangan hari tua Rp15 juta sekali bayar.

Sejak 1980, sekitar 5.175 penerima telah membebani APBN hingga Rp226 miliar.

"Rakyat bekerja 10-35 tahun untuk pensiun, sementara dewan hanya lima tahun sudah seumur hidup. Ini tidak adil," tegas Lita, yang merasa dirugikan sebagai wajib pajak.

Syamsul menambahkan bahwa status DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara tak boleh jadi alasan hak istimewa, bertentangan dengan asas keadilan sosial UUD 1945.

Respons Puan


Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi gugatan warga terkait tunjangan pensiun anggota DPR yang diajukan ke MK.

Menurut Puan, aspirasi publik adalah hal yang sah dan perlu dihargai, namun pelaksanaannya tetap harus mengacu pada aturan hukum yang berlaku.

“Kita hargai aspirasi, tapi semuanya itu ada aturannya. Kita lihat dulu aturannya,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Puan menekankan bahwa regulasi soal pensiun tidak bisa dipandang dari sudut satu lembaga saja.

Ia menyebut, aturan tersebut bersifat menyeluruh dan berlaku lintas institusi.

“Tidak bisa kita hanya berbicara kepada satu lembaga atau lembaga, tapi aturannya ini kan menyeluruh. Jadi kita lihat aturan yang ada,” lanjut Ketua DPP PDIP itu.

Hak pensiun anggota DPR diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1).

Aturan itu menyebutkan bahwa pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara yang berhenti dengan hormat berhak memperoleh pensiun berdasarkan lama masa jabatan.

Besaran uang pensiun diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000.

Anggota DPR yang menjabat dua periode berhak atas pensiun paling tinggi Rp 3,6 juta per bulan.

Bagi yang menjabat satu periode, nominalnya maksimal Rp 2,9 juta.

Sementara yang hanya menjabat 1-6 bulan, pensiunnya sekitar Rp 401.000 per bulan.

Sumber: tribunnews

Komentar