Dia mengatakan meski terlihat memanas, Singapura dan Indonesia masih saling menjaga hubungan baiknya.
"Ya, secara bilateral, kedua negera tidak ada gangguan berarti akibat kasus deportasi UAS," ujar Andrea kepada GenPI.co, Rabu (25/5).
Andrea mengatakan meningkatnya tensi pihak Singapura terhadap polemik UAS belakangan ini tentu punya alasan tersendiri.
Dirinya menduga, sebelum peristiwa deportasi terjadi, UAS memang terlebih dahulu sudah masuk deny list di keimigrasian Singapura.
"Di sisi lain, juga ada aksi cukup berlebihan pendukung UAS di medsos (setelah deportasi, Red)," tuturnya.
Oleh karena itu, Andrea menyebut wajar Singapura pun terlihat reaktif.
Andrea berkaca dari dibukanya hasil investigasi Singapura soal dugaan radikalisasi UAS di negara tersebut.
Pria berkacamata itu lantas kembali menegaskan persoalan keimigrasian memang menjadi hal mutlak negara terkait.
Dia menyebut sebagai negara berdaulat, Singapura berhak menerima maupun menolak orang asing ke negaranya.
Sebelumnya, Mendagri Singapura K Shanmugam mengungkap ada seorang remaja di Singapura yang telah menjadi korban radikalisasi UAS.
Dia menjelaskan remaja tersebut telah menonton ceramah UAS di YouTube soal bom bunuh diri dan mulai memercayai pelakunya dianggap sebagai martir.
Selain itu, pihaknya juga menyebut pendukung UAS telah melontarkan ancaman dengan membawa tragedi 9 September 2001 atau dikenal 9/11.
Sumber: genpi.co
Artikel Terkait
Wali Nanggroe: Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia
Kamu Tak Perlu Bangga: Dari Jokowi hingga Kaesang, Inikah Wajah Asli Indonesia?
Mahasiswa Aceh Geruduk Gedung Kemendagri, Peringatkan Tito Jangan Memicu Konflik di Tanah Rencong
Bantah Pernyataan Fadli Zon Soal Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998, Pakar: Dia Dusta!