Rosan bukan sosok asing. Ia adalah Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dan kini menjabat Menteri Investasi dan Hilirisasi.
Pandu Sjahrir, keponakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan.
Dony Oskaria, paman dari selebritas Nagita Slavina—istri Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi Ahmad.
"Jadi, ini hanya atas nama orang miskin. Tapi siapa yang benar-benar menikmati manfaatnya? Bukan mereka. Ini proyek bisnis. Keuntungan jatuh ke tangan siapa? Ya, mereka yang mengelolanya," tegas Widyanta.
Program lain yang disebut sebagai komodifikasi kemiskinan adalah makan bergizi gratis (MBG).
Widyanta menilai, kebijakan ini lahir dari narasi kemiskinan yang dikaitkan dengan tingginya angka kekurangan gizi.
Namun, ia menegaskan bahwa MBG tidak bisa menyelesaikan persoalan kekurangan gizi di Indonesia begitu saja.
Sebab, kebutuhan gizi setiap daerah berbeda dan tidak bisa disamaratakan.
Berdasarkan data BPS dalam Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2022, ada sekitar 21 juta orang Indonesia yang mengalami kekurangan gizi.
Salah satu penyebabnya, kata Widyanta, adalah hilangnya sumber pangan masyarakat akibat perampasan lahan untuk pertambangan, proyek strategis nasional (PSN), dan food estate.
"Sumber pangan mereka dieksploitasi. Ditambang nikelnya, dialihkan untuk food estate, dan sebagainya. Akibatnya, ekosistem rusak," ujar Widyanta.
Dampaknya bukan hanya pada pangan, tapi juga kehidupan masyarakat. Contohnya food estate di Merauke, Papua Selatan.
Proyek ini memicu kekhawatiran warga karena berpotensi merampas lahan hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka. Situasi ini justru membuat masyarakat semakin rentan.
Siapa yang Diuntungkan?
Pertanyaan ini juga muncul dari ekonom senior Indef, Didik J. Rachbini. Salah satu klaim pemerintah, Danantara akan membantu menaikkan pertumbuhan ekonomi dari 5 persen menjadi 6,5 persen dengan mendorong ekspor bernilai tambah serta industrialisasi.
"Tapi, sejauh mana BPI Danantara benar-benar berperan dalam perekonomian Indonesia? Bagaimana mekanisme kerjanya dalam mengelola aset sebesar itu? Dan yang paling penting, siapa yang akan menikmati manfaat dari kebijakan ini?" kata Didik dalam keterangannya.
Ia mengingatkan, jika Danantara hanya menjadi perpanjangan kepentingan politik tanpa transparansi dan tata kelola yang kuat, maka harapan pertumbuhan ekonomi bisa jadi sekadar ilusi.
"Kalau program ini tidak ramah manusia dan lingkungan, tidak usah bicara soal kedaulatan. Ini bukan kedaulatan bangsa, tapi kedaulatan para elit," tegas Widyanta.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur