Keterbatasan akses informasi, ditambah sikap elitis lembaga negara, membuat rakyat berada di lorong gelap.
Mereka hanya bisa bertanya-tanya, dan setiap kali bertanya, jawaban yang datang adalah intimidasi, bukan penjelasan.
Ketika Akademisi Bicara
Di media sosial, video lawas Prof. Eddy Haryono, mantan Dekan Fakultas Hukum UGM, kembali viral.
Dalam video itu, ia mengatakan tidak pernah mengenal Jokowi sebagai mahasiswa UGM. Padahal Jokowi mengklaim lulus dari Fakultas Kehutanan pada tahun 1985.
“Saya hafal betul nama-nama mahasiswa waktu itu. Tapi nama itu (Joko Widodo) tidak pernah saya temui,” katanya.
Lalu muncul lagi rekaman video dari mahasiswa angkatan 1980-an yang mengaku tidak pernah satu kelas dengan sosok yang kini menjabat presiden dua periode itu.
Seorang dosen lain mengatakan bahwa skripsi Jokowi tidak ditemukan di perpustakaan. Ada yang bilang sempat hilang, ada juga yang menyebut belum pernah dicetak.
Semakin dicari, semakin hilang.
Kebenaran yang Dibelokkan
Setiap kritik terhadap keabsahan ijazah Jokowi dibalas bukan dengan fakta, melainkan dengan delegitimasi.
Para pengkritik dicap penyebar hoaks, dijerat UU ITE, bahkan diproses hukum dengan pasal-pasal karet. Diskusi dibubarkan, akun diblokir, berita dihapus.
Padahal, UU KIP adalah benteng hukum rakyat untuk tahu. Ia diciptakan justru agar informasi tak menjadi milik segelintir elit kekuasaan.
Negara, dalam hal ini istana dan lembaga pendukungnya, sedang mempertontonkan ketakutan akan kebenaran.
Dan ketakutan semacam itu biasanya muncul bukan karena fitnah, tetapi karena rahasia.
Dalam demokrasi, tak ada ruang bagi rahasia yang menyangkut syarat dasar seorang pemimpin. Jika ijazah itu benar, maka bukalah. Jika tidak, maka ini adalah penipuan publik terbesar sejak reformasi.
Penutup: Ujian Terakhir Sebuah Rezim
Presiden Joko Widodo mungkin akan mengakhiri masa jabatannya dalam hitungan bulan. Namun teka-teki soal ijazahnya bisa menjadi warisan pahit bagi demokrasi Indonesia.
Sebab bila negara terus diam, maka rezim ini akan dikenang bukan karena pembangunan atau infrastruktur, melainkan karena satu dosa besar yang tak pernah dituntaskan: pemalsuan integritas.
Dan sejarah, seperti yang selalu kita pelajari di sekolah-sekolah, tidak menoleransi pembohongan publik.
***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur