'Sejujurnya Memiliki Ijazah Asli Itu Sebangga-Bangganya, Bukan Malah Sehina-Hinanya'
Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Universitas Gadjah Mada (UGM) tentu sangat bangga apabila ada alumnus Asli-nya bisa mencapai puncak karier tertinggi dalam siklus kehidupannya.
Bagaimana tidak, kawah candradimuka Tri Dharma perguruan tinggi yang terletak dikawasan Bulaksumur dan Sekip Yogyakarta tersebut telah berusia lebih dari 75 (tujuh puluh lima) tahun semenjak didirikan tanggal 19 Desember 1949 silam.
Mengemban amanah tiga pilar utama yang menjadi landasan dan tanggung jawab dasar setiap perguruan tinggi di Indonesia, UGM memiliki komitmen moral dan intelektual perguruan tinggi untuk melakukan tiga hal tersebut (1) Pendidikan dan Pengajaran, dengan Mentransfer ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada mahasiswa guna mencetak lulusan yang cerdas, berakhlak, dan kompeten.
Selanjutnya adalah (2) Penelitian dan Pengembangan, dengan Menghasilkan pengetahuan baru melalui riset ilmiah untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memecahkan masalah-masalah masyarakat, dan (3) Pengabdian kepada Masyarakat, dengan Menerapkan hasil pendidikan dan penelitian untuk membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, baik melalui pelatihan, inovasi, maupun pemberdayaan.
Jadi secara esensial, dalam Tri Dharma-nya kampus ini mencerminkan peran UGM bukan hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai motor penggerak perubahan sosial, ekonomi, dan budaya.
Hal ini sangat cocok dengan sebutannya sebagai "Kampus nDeso" alias Kampus kerakyatan ternama dari Jogja.
Apalagi sebelum menempati kampus di wilayah Sleman utara Jogja tersebut, UGM sempat melaksanakan perkuliahannya di kawasan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat di awal pendiriannya (1949) sampai dengan tahun '50-an.
Wujud kebanggaan "Kampus Biru" (demikian Novelis Ashadi Siregar yang dikenal juga sebagai Dosen senior di Fisipol UGM, menorehkannya dalam Novel berjudul "Cintaku di Kampus Biru" tahun 1974) salahsatunya adalah dengan mengabadikan nama lulusan asli terbaiknya menjadi Nama Ruangan atau Gedung di kampus untuk bisa dikenang ketokohan dan menerusi keteladanannya di kelak kemudian hari.
Contoh nyata dedikasi UGM terhadap Alumnus terbaiknya ini antara lain terdapat di Fakultas Teknik, misalnya "Gedung Roosseno" yang digunakan sebagai SGLC (Smart and Green Learning Center).
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur