MIRIS! Opini Mahasiswa Dibalas Represif Aparat: Pembungkaman Ala Orde Baru Hidup Kembali?

- Selasa, 27 Mei 2025 | 12:30 WIB
MIRIS! Opini Mahasiswa Dibalas Represif Aparat: Pembungkaman Ala Orde Baru Hidup Kembali?

POLHUKAM.ID - Dugaan intimidasi dan ancaman fisik terhadap YF, mahasiswa magister Universitas Indonesia yang mengkritisi penempatan TNI di jabatan sipil, kembali menyorot lemahnya perlindungan atas kebebasan berpendapat di Indonesia.


Ironisnya, peristiwa ini terjadi berdekatan dengan peringatan 27 tahun Reformasi 1998—sebuah tonggak sejarah yang menuntut diakhirinya Dwifungsi ABRI (sekarang TNI).


Kasus YF bukan sekadar insiden biasa, melainkan bagian dari pola represif yang terus berulang, saat suara kritis sipil justru direspons dengan intimidasi, bukan dialog.


YF menulis pandangannya berjudul 'Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?' di rubrik opini media nasional Detik.com dan ditayangkan pada Kamis, 22 Mei 2025. Namun, belakangan artikel itu dihapus karena permintaan YF. 


"Redaksi menghapus tulisan opini ini atas permintaan penulis, bukan atas rekomendasi Dewan Pers. Kami memohon maaf atas keteledoran ini," tulis Detik.com yang dikutip pada Senin 26 Mei 2025. 


Sementara itu di balik layar alasan penghapusan artikel disampaikan dengan gamblang, YF diduga mendapat intimidasi hingga ancaman fisik. 


Berdasarkan informasi yang diperoleh Suara.com, setelah artikel itu tayang pada hari yang sama Kamis, 22 Mei 2025, YF diserempet  pengendara motor yang tidak dikenal hingga terjatuh. 


Peristiwa itu tak terjadi sekali, tetapi dua kali, yakni pada siang harinya. Dua ancaman fisik itu dilakukan pelaku yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan helm full face. 


Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melihat upaya pembungkaman itu mirip dengan tindakan represif yang terjadi pada masa Orde Baru. 


"Upaya teror terhadap YF menunjukan bahwa metode represif orde baru dalam membungkam suara warga telah digunakan kembali. Teror semacam ini merupakan tindakan lancung yang menjadi musuh demokrasi," kata Wakil Ketua Koordinator KontraS Andrie Yunus kepada Suara.com, Senin,  26 Mei 2025. 


Andrie mengaku miris dengan yang dialami YF, lantaran dugaan intimidasi itu terjadi sehari setelah peringatan 27 tahun reformasi 1998 yang jatuh pada 21 Mei 2025 lalu.


"Semestinya, peringatan Reformasi 1998 yang berlangsung sepanjang Mei dapat menjadi pengingat bahwa terdapat jaminan atas hak fundamental yakni hak menyatakan pendapat haruslah dihormati oleh semua pihak," kata Andrie.


KontaS Mengutuk


KontraS mengutuk tindakan tersebut. Mereka memandangnya  sebagai upaya serangan serius bagi demokrasi dan kebebasan sipil.


Pun kejadian yang dialami YF diyakini bukan peristiwa tunggal, melainkan pola kekerasan yang berulang sejak masifnya gelombang penolakan terhadap revisi Undang-undang TNI. 


Opini yang dibalas dengan tindakan represif dinilai Andrie semakin menguatkan munculnya gejala otoritarianisme.


"Yang sudah barang tentu tidak akan pernah compatible dengan negara demokrasi," ujarnya. 


Berdasarkan catatan yang dimiliki Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik (KIKA), dugaan intimidasi terhadap YF, menambah panjang daftar serangan dalam konteks kebebasan akademisi yang terjadi pada bulan ini. 


Sebelumnya, tiga mahasiswa yang menjadi pemohon uji formil UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga diduga mengalami intimidasi.


Tiga mahasiswa, berinisial AG, HA, ID yang masih berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) itu diduga mendapat intimidasi dari oknum yang mengatasnamakan  utusan MK dan Bintara Pembina Desa (Babinsa).


Rumah ketiga mahasiswa tersebut disambangi, dan data pribadi mereka dikumpulkan tanpa alasan yang jelas.


Koordinator KIKA Satria Unggul menegaskan mengecam tindakan tersebut. 


"Bahwa intimidasi yang dilakukan terhadap mahasiswa yang sedang mendayagunakan pemikiran kritisnya, tak boleh sekalipun dibatasi apalagi direpresi dengan cara intimidasi yang mengancam keselamatannya," kata Satria.


Dia menegaskan bahwa teror atas tulisan, pendapat, upaya konstitusional, harus didesakkan pertanggungjawabannya, diuji dalam mekanisme penegakan hukum yang adil nan lugas. 


Halaman:

Komentar

Terpopuler