Apa yang dilakukan para mahasiswa itu seharusnya dipandang sebagai pemenuhan hak warga sipil untuk mengekspresikan pendapat dan merupakan bagian dari penggunaan kebebasan akademik.
Karenanya wajib mendapatkan perlindungan hukum konstitusional dan hak asasi manusia.
Kebebasan akademik dilindungi, sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 ayat 1 menyebutkan kebebasan sivitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan tridharma.
Selain itu, mekanisme hukum dan penegakan HAM di Indonesia juga menjamin kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas, termasuk dalam Pasal 19 Kovenan SIPOL (ICCPR/ Indonesia ratifikasi dalam UU Nomor 12 Tahun 2005).
KIKA pun mendesak kepolisian memberikan perlindungan kepada para korban dan melakukan penyelidikan terhadap dugaan teror itu.
Kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta juga melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM yang dialami YF dan ketiga mahasiswa UII.
"KIKA memandang bahwa militerisme telah merusak tradisi berpikir kritis dan menggerogoti negara hukum demokratis, sehingga intimidasi atas kasus-kasus tersebut harus menjadi perhatian semua pihak, untuk dihentikan, dievaluasi dan dicegah untuk tidak terulang Kembali," tegas Satria.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida memandang serangan terhadap dugaan intimidasi yang dialami YF, bukan hanya sebagai ancaman terhadap individu, melainkan ditujukan kepada kebebasan pers, hak publik atas informasi, dan pilar-pilar demokrasi yang sehat.
"Pola ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menciptakan efek gentar (chilling effect), agar masyarakat takut menyampaikan pendapat dan media enggan membuka ruang bagi suara-suara kritis,” kata Nany lewat keterangan yang diterima.
AJI juga mencatat bahwa dugaan intimidasi yang dialami YF, menambah daftar panjang serangan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi pada masa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Sebelumnya, ada kasus penarikan lagu 'Bayar, Bayar, Bayar' oleh Band Sukatani, pemaksaan permintaan maaf terhadap siswa di Bogor yang mengkritik MBG, hingga penangkapan mahasiswa ITB karena membuat meme tentang Jokowi dan Prabowo.
Sementara itu, Dewan Pers mengaku telah menerima laporan dari YF selaku penulis opini itu, dan sedang melakukan verifikasi. Dewan Pers juga membantah merekomendasikan penghapusan opini itu dari laman Detik.com.
Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat pun menyatakan menegaskan pihaknya mengecam tindakan intimidasi itu.
"Kami mendesak semua pihak menghormati dan menjaga ruang demokrasi dan melindungi suara kritis dari warga, termasuk mahasiswa," kata Komaruddin melalui keterangannya.
Sementara Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah menyesalkan peristiwa itu. Anis menegaskan berpendapat dalam bentuk apapun, termasuk tulisan dijamin perlindungannya oleh konstitusi dan Undang-Undang HAM.
"Mestinya negara memiliki kewajiban menghormati, melindungi dan memenuhinya. Kami berharap kasus-kasus yang seperti ini tidak terulang di kemudian hari," kata Anis.
Bantahan TNI
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Kristomei Sianturi menyatakan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam dugaan intimidasi itu.
Ia menegaskan bahwa TNI menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat.
Kebebasan berpendapat, katanya, adalah bagian dari prinsip demokrasi yang harus dijaga TNI.
"TNI tidak pernah dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan intimidatif terhadap warga yang menjalankan hak konstitusionalnya dalam menyampaikan pendapat," katanya pada Senin 26 Mei 2025 dikutip dari Antara.
Istana negara turut merespons serangan terhadap YF. Kepala Kantor Kepresiden Hasan Nasbi, menyebut serangan itu harus didalami siapa pelakunya.
Presiden Prabowo, katanya, sangat menghormati penegakan hak asasi manusia.
"Yang jelas Presiden itu meletakkan perlindungan HAM dalam Astacita, pertama. Jadi perlindungan, penegakan HAM itu di Astacita pertama. Dan sampai hari ini pemerintah sangat konsisten dan konsekuen menjalankan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM," kata Hasan di Jakarta Senin, 26 Mei 2025.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur