'Presiden RI Tumbang Oleh Yang Tak Tertulis Dalam UUD'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Indonesia punya sejarah panjang tentang presiden yang lengser bukan karena masa jabatannya usai, melainkan karena kombinasi antara tekanan politik, hukum, dan yang tak kalah penting: desakan rakyat.
Di tengah euforia demokrasi, kita kerap lupa bahwa kekuasaan yang besar tidak hanya ditentukan lewat surat suara, tapi juga oleh suara-suara di jalanan.
Bung Karno: Sang Proklamator yang Terpinggirkan
Soekarno tidak pernah kalah dalam pemilu. Tapi ia kalah oleh konstelasi politik dan tekanan rakyat yang menggumpal sejak awal 1965.
Setelah Tragedi G30S, kekuatannya merosot drastis. Rakyat, terutama mahasiswa, turun ke jalan.
Tiga tuntutan mereka, yang kemudian dikenal sebagai Tritura, menggema: bubarkan PKI, turunkan harga, dan reshuffle kabinet.
Tekanan datang dari segala penjuru. Militer merapat ke Jenderal Soeharto. Sidang MPRS 1967 merampas kekuasaan Bung Karno lewat mekanisme hukum yang dipaksakan suasananya.
Demokrasi terpimpin runtuh, bukan semata oleh hukum, tapi karena kekuatan massa rakyat yang sudah muak. Lengsernya Bung Karno adalah kombinasi politik, hukum, dan desakan jalanan.
Soeharto: Penguasa Orde Baru yang Diakhiri Reformasi
Tiga puluh dua tahun berkuasa, Soeharto tampak tak tergoyahkan. Tapi Mei 1998 menjadi titik balik sejarah.
Mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, jalan-jalan dipenuhi teriakan reformasi, dan ekonomi remuk oleh krisis moneter.
Legitimasi politiknya tergerus cepat, loyalitas elite menipis, dan tekanan publik melonjak ke titik didih.
Soeharto akhirnya mundur bukan karena dikalahkan lewat pemilu, melainkan karena tak ada lagi yang bisa membendung gelombang rakyat.
Ketika rakyat turun ke jalan, segala perhitungan politik jadi tak berarti.
Hukum bahkan hanya menjadi stempel formal untuk apa yang telah diputuskan oleh desakan kolektif rakyat.
Habibie: Presiden Sementara yang Tak Diinginkan Partai
B.J. Habibie hanya 17 bulan menjabat. Dia mewarisi krisis dari Soeharto, membuka keran demokrasi, membebaskan media, membiarkan referendum Timor Timur, dan memperkenalkan otonomi daerah. Tapi pidato pertanggungjawabannya pada Sidang Umum MPR 1999 ditolak.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur