Surat Terbuka TOM Pasaribu: Indonesia Milik Rakyat, Atau Milik Joko Widodo dan Kelompok?
Peringatan Pertama
Kasus dugaan ijazah palsu yang terus bergulir sampai saat ini, sepertinya diciptakan agar supaya terus bergejolak dan semakin besar, sampai terjadi perpecahan yang menyebabkan kerusuhan.
Bila terjadi kerusuhan karena kasus ijazah palsu, untuk kepentingan pemerintah atau Joko Widodo?
Sesuai dengan fakta yang ada, bahwa mencuatnya kasus dugaan ijazah palsu Joko Widodo justru terungkap dari sikap dan pernyataan-pernyataan Joko Widodo sendiri selama menjabat Presiden seperti; IPK saya tidak sampai 2, melakukan reuni dengan teman-teman yang katanya seangkatan di fakultas Kehutanan UGM, sementara acara tersebut semakin membuka borok, mengklaim jadi Mapala kehutanan UGM tapi keterangannya ngelantur, memperkenalkan dosen pembimbing sikripsi, ternyata dibantah, menyatakan ijazah tidak penting, yang penting itu adu skil, keterampilan, dan kemampuan, mendorong ijazah tidak menjadi syarat utama untuk melamar kerja melalui Menteri tenaga kerja, serta dokumen pendaftaran Joko Widodo raib dari situs KPU Solo, DKI Jakarta, dan Nasional.
Disamping itu kebohongan-kebohongan yang dilakukan Joko Widodo seperti; Mobil Esemka sudah di pesan 6000 unit, mengatasi banjir dan macet jakarta tidak terlalu sulit, harus jadi Presiden baru banjir dan macet Jakarta dapat diatasi, di kemenkeu ada data uang yang di simpan diluar negeri 11 triliun, beda lagi dikantong saya, BLT dan Balsem tidak perlu, buat apa ngutang duit kita banyak, buat apa impor.
Juga menjadi pemicu emosional publik, apalagi menjelang akhir periodenya Joko Widodo menunjukkan sikap bahwa hanya dia, keluarga, dan kroni-kroninya yang menjadi pemilik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan memaksakan anaknya calon Wakil Presiden, calon Gubernur, dan mantunya calon Gubernur dengan cara merusak tatanan hukum, dan demokrasi, atas perilaku Joko Widodo tersebut 90 % elit politik, partai politik dan aktifis mendukung dan mengajak rakyat untuk mengamini pelanggaran tersebut, makanya amarah publik semakin tidak terbendung, sehingga kasus dugaan ijazah palsu dianggap sebagai pintu masuk, untuk membongkar kebohongan kecurangan dan kejahatan-kejahatan Joko Widodo selama menjabat Presiden.
Ternyata usaha yang dilakukan publik bukan hanya isapan jempol, terbukti satu persatu kebohongan dan kejahatan Joko Widodo semakin terbongkar selama menjabat Presiden, seperti; ivestor yang datang ke IKN hanya omdo, dugaan korupsi nikel, dugaan aliran uang judi, dugaan korupsi pertamina, dugaan korupsi tambang mas, serta pengkhianatan terhadap UUD 45 dan Pancasila.
Ternyata usaha yang dilakukan publik bukan hanya isapan jempol, terbukti satu persatu kebohongan dan kejahatan Joko Widodo semakin terbongkar selama menjabat Presiden, seperti; ivestor yang datang ke IKN hanya omdo, dugaan korupsi nikel, dugaan aliran uang judi, dugaan korupsi pertamina, dugaan korupsi tambang mas, serta pengkhianatan terhadap UUD 45 dan Pancasila.
Hal lain yang membuat kasus ijazah palsu semakin mendapat perhatian luas dari publik adalah dari beberapa kali sidang kasus ijazah palsu digelar namun pengacaranya tidak pernah mampu menunjukkan ijazah asli Joko Widodo, terakhir dalam kasus Gus Nur dan Bambang Tri di Solo, hakim memutus Gus nur dan Bambang Tri bersalah dan menjatuhkan hukuman 6 Tahun penjara, putusan tersebut hanya berdasarkan fotokopi ijazah Joko Widodo, majelis hakim tidak pernah melihat secara langsung fisik keabsahan ijazah asli Joko Widodo.
Publik pun semakin penasaran dan bertanya-tanya, jangan-jangan Joko Widodo tidak punya ijazah, atau ijazahnya betul palsu, kalau betul ada kenapa tidak di perlihatkan sebagai bukti dalam persidangan?
Nah pertanyaannya, apakah yang dilakukan publik untuk menguji keabsahan ijazah Joko Wododo ada atau tidak, asli atau palsu, dilarang atau salah?
Apakah rakyat salah bila curiga dengan ijazah palsu Joko Widodo dengan segudang kebohongannya?
Apalagi Joko Widodo juga pelanggar HAM berat, serta berkhianat terhadap Konstitusi.
Wajarkan rakyat mempertanyakan ijazah bekas Presiden ke 7 tersebut.
Lalu kenapa Polri dan Presiden Prabowo maupun lembaga negara terus membela kebohongan Joko Widodo walau sudah segudang bukti?
Seperti bantahan dari Kasmudjo, bahwa dirinya tidak pernah jadi dosen pembimbing sikripsi Joko Widodo, bahkan prosesnya pun dirinya tidak tahu, kenapa Joko Widodo tidak langsung ditangkap?
Sebab ketika Joko Widodo menjabat sebagai Presiden, secara terang-terangan mengklaim dan menyatakan bahwa dosen pembimbing sikripsinya adalah Kasmudjo, yang diliput media dan sudah beredar luas di media sosial.
Sepertinya Polri mengabaikan pengakuan dan bantahan Kasmudjo tetapi Polri justru memberi kesempatan dan ruang yang luas kepada Joko Widodo untuk mengaburkan, mempengaruhi, memperbaiki, mengalihkan pengakuan Kasmudjo melalui dekan UGM dab pengacaranya untuk merubah substansi kasus ijazah palsu, anehnya Polri pun turut membantu keinginan Joko Widodo secara terbuka.
Kalau Joko Widodo di tahan sejak Kasmudjo membuat bantahan, kasus ijazah palsu pun akan berhenti, sebab tinggal menjalani proses pembuktian sesuai hukum yang berlaku.
Kalau Polri bekerja profesional tidak ada alasan Polri untuk tidak menahan Joko Widodo, atas laporannya di Polda Metro Jaya, yang menuduh sekelompok orang melakukan pencemaran nama baik, dan menghina dirinya sehina-hinanya, hanya bermodalkan bukti flash disk dan fotokopi ijazah, tanpa menunjukkan keaslian ijazahnya ke penyidik, apalagi dengan adanya bantahan dari Kasmudjo, bukankah pernyataan Kasmudjo tersebut membatalkan semua klaim dan pengakuan Joko Widodo tentang sikripsi dan ijazahnya?
Lalu kenapa Kasmudjo tidak dilindungi untuk dimintai keterangan dan menggali lebih dalam kasus ijazah palsu secara resmi?
Apakah Kasmudjo masih hidup dan sehat, dan dimana keberadaannya saat ini sebagai saksi mahkota?
Bahkan kalau pun Joko Widodo menunjukkan ijazah aslinya, penyidik harus terlebih dahulu menguji keabsahannya, baru dapat menindak lanjuti laporan tersebut dengan memintai keterangan dari orang-orang yang patut di duga melakukan pencemaran nama baik dan menghina Joko Widodo sehina-hinanya.
Untuk menyelamatkan Joko Widodo Mabes Polri melalui Bareskrim justru melakukan manufer dan atraksi hukum, dengan cara menindak lanjuti pengaduan masyarakat terhadap Joko Widodo Bulan Desember 2024.
Pertanyaannya kenapa Mabes Polri baru menangani pengaduan masyarakat tersebut setelah Joko Widodo, membuat laporan di Polda Metro Jaya pada tanggal 30 April 2025?
Kenapa pengaduan tersebut di diamkan selama 4 bulan?
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur