Pengamat Politik Muslim Arbi: Penuh Dengan Jejak Kontroversi, Kekuasaan Jokowi Berakhir Su’ul Khotimah!

- Rabu, 16 Juli 2025 | 13:10 WIB
Pengamat Politik Muslim Arbi: Penuh Dengan Jejak Kontroversi, Kekuasaan Jokowi Berakhir Su’ul Khotimah!




POLHUKAM.ID - Pengamat politik Muslim Arbi menilai bahwa kekuasaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak berakhir secara elegan, tetapi justru meninggalkan jejak kontroversi yang disebutnya sebagai su’ul khotimah—akhir yang buruk.


Menurutnya, meski Jokowi secara formal telah menuntaskan dua periode pemerintahannya, ia masih berusaha memperpanjang pengaruhnya melalui jalur kekuasaan tidak langsung, yaitu dengan mendorong putranya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.


“Keinginan untuk berkuasa tiga periode memang tidak bisa diwujudkan secara konstitusional. Tapi kemudian ia mengambil jalan memutar: memasukkan Gibran sebagai Wapres. Ini bukan sekadar suksesi politik biasa, tapi indikasi kuat adanya manipulasi hukum,” tegas Muslim Arbi kepada redaksi, Rabu (16/7/2025).


Muslim menyoroti secara tajam proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi Gibran maju sebagai calon wakil presiden di bawah usia 40 tahun melalui putusan yang sarat kepentingan. 


Seperti diketahui, MK mengubah batas usia capres-cawapres hanya beberapa bulan sebelum pendaftaran pemilu 2024, dan Ketua MK saat itu, Anwar Usman, merupakan ipar Presiden Jokowi.


“Putusan MK yang kontroversial adalah titik balik. Di sana publik melihat bagaimana hukum bisa diutak-atik demi kepentingan satu keluarga,” ujar Muslim. 


Ia menambahkan bahwa publik menyaksikan secara terbuka bagaimana konstitusi yang seharusnya melindungi demokrasi malah dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaan keluarga.


“Ini bukan hanya soal Gibran. Ini tentang matinya etika dalam ketatanegaraan kita,” imbuhnya.


Meskipun Prabowo Subianto telah terpilih sebagai presiden terpilih 2024–2029, Muslim Arbi mengingatkan bahwa kekuasaan de facto masih berada dalam kendali Jokowi. 


Hal ini disebabkan oleh posisi Gibran yang akan duduk di kursi RI-2, serta banyaknya loyalis Jokowi yang akan tetap bercokol di berbagai lembaga negara dan kementerian.


“Prabowo akan memimpin, tapi bayang-bayang Jokowi akan terus mengikutinya. Ini pola yang dirancang dengan sangat matang. Dengan Gibran di sana, Jokowi masih bisa ikut menentukan arah kebijakan,” kata Muslim.


Bahkan, menurutnya, Prabowo berpotensi terjebak dalam tekanan politik dari lingkaran Jokowi. 


Dalam situasi ini, Prabowo tidak sepenuhnya bebas mengambil keputusan sebagai pemimpin yang mandiri.


Muslim Arbi mengingatkan masyarakat sipil dan elemen pro-demokrasi untuk tidak terlena dengan euforia pergantian pemerintahan. 


Ia menilai masa depan demokrasi Indonesia sedang menghadapi ujian besar dengan menguatnya politik dinasti dan manipulasi hukum.


“Kita tidak bisa berpangku tangan. Ini bukan sekadar persoalan elite politik, tapi soal masa depan republik. Kalau praktik manipulatif ini terus berulang, maka kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi akan runtuh,” tegasnya.


Ia pun menyerukan agar masyarakat terus mengawasi pemerintahan Prabowo-Gibran dengan kritis, terutama dalam hal independensi lembaga negara, kebebasan pers, serta hak-hak sipil.


Pernyataan Muslim Arbi menjadi refleksi penting di tengah peralihan kekuasaan nasional. 


Apakah demokrasi di Indonesia benar-benar berjalan sesuai rel konstitusi, atau justru telah disimpangkan demi kepentingan sekelompok elite yang ingin tetap berkuasa meski sudah turun dari tampuk resmi?


Pertanyaan ini tidak hanya penting dijawab oleh para pakar dan aktivis, tapi juga oleh seluruh rakyat Indonesia yang berharap negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang jujur, adil, dan beretika.


“Yang kita lihat hari ini bukan sekadar transisi pemerintahan, tapi transisi antara demokrasi menuju oligarki berbaju konstitusi,” tutup Muslim Arbi.


Sumber: JakartaSatu

Komentar